tag:blogger.com,1999:blog-52312033737316608942024-03-12T16:42:40.895-07:00Masjid Nurul IkhwanPerumahan Koperasi Sekawan Dan Griya KPN BatamMasjid Nurul Ikhwanhttp://www.blogger.com/profile/06810879062964218925noreply@blogger.comBlogger9125tag:blogger.com,1999:blog-5231203373731660894.post-13447172983133786942012-01-09T06:04:00.000-08:002012-01-09T06:04:20.120-08:00Nabi Muhammad SAWDisadari atau tidak, wujud Tuhan pasti dirasakan oleh jiwa manusia baik redup atau benderang. Manusia menyadari bahwasuatu ketika dirinya akan mati. Kesadaran ini mengantarkannya kepada pertanyaan tentang apa yang akan terjadi sesudah kematian, bahkan menyebabkan manusia berusaha memperoleh kedamaian dan keselamatan di negeri yang tak dikenal itu.<a name='more'></a> Wujud Tuhan yang dirasakan, serta hal-ihwal kematian,<br />
merupakan dua dari sekian banyak faktor pendorong manusia<br />
untuk berhubungan dengan Tuhan dan memperoleh informasi yang<br />
pasti. Sayangnya tidak semua manusia mampu melakukan hal itu.<br />
Namun, kemurahan Allah menyebabkan-Nya memilih manusia<br />
tertentu untuk menyampaikan pesan-pesan Allah, baik untuk<br />
periode dan masyarakat tertentu maupun untuk seluruh manusia<br />
di setiap waktu dan tempat. Mereka yang mendapat tugas itulah<br />
yang dinamai Nabi (penyampai berita) dan Rasul (Utusan Tuhan).<br />
<br />
Jumlah mereka secara pasti tidak diketahui. Al-Quran hanya<br />
menginforrnasikan bahwa,<br />
<br />
"Tidak satu umat (kelompok masyarakat) pun kecuali telah<br />
pernah diutus kepadanya seorang pembawa peringatan" (QS Fathir<br />
[35]: 24).<br />
<br />
Al-Quran juga menyatakan kepada Nabinya bahwa,<br />
<br />
"Kami telah mengutus nabi-nabi sebelum kamu, di antara mereka<br />
ada yang telah kami sampaikan kisahnya, dan ada pula yang<br />
tidak Kami sampaikan kepadamu" (QS Al-Mu'min [40]: 78)<br />
<br />
Al-Quran menyebutkan secara tegas nama dua puluh lima<br />
Nabi/Rasul; delapan belas di antaranya disebutkan dalam<br />
Al-Quran surat Al-An'am (6): 83-86, sisanya didapatkan dari<br />
berbagai ayat.<br />
<br />
Nabi Muhammad Saw. seperti dinyatakan Al-Quran surat Al-A'raf<br />
(7): 158 -diutus kepada seluruh manusia, dan beliau merupakan<br />
khataman nabiyyin (penutup para nabi) (QS Al-Ahzab [33]: 40).<br />
<br />
Masa Prakelahiran<br />
<br />
Al-Quran menegaskan bahwa para nabi telah pernah diangkat<br />
janjinya untuk percaya dan membela Nabi Muhammad Saw.<br />
<br />
"Dan ingatlah ketika Allah mengambil perjanjian dan para Nabi,<br />
'Sungguh apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan<br />
hikmah, kemudian datang kepadamu seorang Rasul (Muhammad) yang<br />
membenarkan kamu, niscaya kamu sungguh-sungguh akan beriman<br />
kepadanya dan menolongnya.' Allah berfirman, 'Apakah kamu<br />
mengakui dan menerima perjanjian-Ku yang demikian itu?' Mereka<br />
menjawab, 'Kami mengakui.'" (QS Ali'Imran [3]: 81)<br />
<br />
Dalam kaitan ini, Nabi Muhammad Saw. bersabda,<br />
<br />
"Demi (Allah) yang jiwaku berada pada genggaman-Nya,<br />
seandainya Musa a.s. hidup, dia tidak dapat mengelak dan<br />
mengikutiku" (HR Imam Ahmad)<br />
<br />
Tidak jelas kapan dan bagaimana perjanjian yang disinggung<br />
ayat tersebut. Setidaknya, ia mengisyaratkan bahwa Allah Swt.<br />
telah merencanakan sesuatu untuk Nabi Muhammad Saw., jauh<br />
sebelum kelahiran beliau. Karena itu pula sementara pakar<br />
menyatakan bahwa kematian ayah beliau sebelum kelahiran,<br />
kepergiannya ke pedesaan menjauhi ibunya, serta<br />
ketidakmampuannya membaca dan menulis merupakan strategi yang<br />
dipersiapkan Tuhan kepada beliau untuk dijadikan utusan-Nya<br />
kepada seluruh umat manusia kelak.<br />
<br />
Bahkan ulama lain meyakini bahwa pemilihan hal-hal tertentu<br />
berkaitan dengan beliau bukanlah kebetulan. Misalnya bulan<br />
lahir, hijrah, dan wafatnya pada bulan Rabi'ul Awal (musim<br />
bunga). Nama beliau Muhammad (yang terpuji), ayahnya Abdullah<br />
(hamba Allah) , ibunya Aminah (yang memberi rasa aman),<br />
kakeknya yang bergelar Abdul Muththalib bernama Syaibah (orang<br />
tua yang bijaksana), sedangkan yang membantu ibunya melahirkan<br />
bernama Asy-Syifa' (yang sempurna dan sehat), serta yang<br />
menyusukannya adalah Halimah As-Sa'diyah (yang lapang dada dan<br />
mujur). Semuanya mengisyaratkan keistimewaan berkaitan dengan<br />
Nabi Muhammad Saw. Makna nama-nama tersebut memiliki kaitan<br />
yang erat dengan kepribadian Nabi Muhammad Saw.<br />
<br />
Al-Quran surat Al-A'raf (7): 157 juga menginformasikan bahwa<br />
Nabi Muhammad Saw. pada hakikatnya dikenal oleh orang-orang<br />
Yahudi dan Nasrani. Hal ini antara lain disebabkan mereka<br />
mendapatkan (nama)-nya tertulis di dalam Taurat dan Injil (QS<br />
Al-A'raf [7]: 157).<br />
<br />
Menurut pakar agama Islam, yang ditegaskan oleh Al-Quran itu,<br />
dapat terbaca antara lain dalam Pertanjian Lama, Kitab Ulangan<br />
33 ayat 2:<br />
<br />
"... bahwa Tuhan telah datang dari Torsina, dan telah terbit<br />
untuk mereka itu dari Seir, kelihatanlah ia dengan gemerlapan<br />
cahayanya dari gunung Paran."<br />
<br />
Pemahaman mereka berdasarkan analisis berikut: "Gunung Paran"<br />
menurut Kitab Pertanjian Lama, Kejadian ayat 21, adalah tempat<br />
putra Ibrahim -yakni Nabi Ismail- bersama ibunya Hajar<br />
memperoleh air (Zam-Zam). Ini berarti bahwa tempat tersebut<br />
adalah Makkah, dan dengan demikian yang tercantum dalam Kitab<br />
Ulangan di atas mengisyaratkan tiga tempat terpancarnya cahaya<br />
wahyu Ilahi: Thur Sina tempat Nabi Musa a.s., Seir tempat Nabi<br />
Isa a.s. , dan Makkah tempat Nabi Muhammad Saw. Sejarah<br />
membuktikan bahwa beliau satu-satunya Nabi dari Makkah.<br />
<br />
Karena itu pula wajar jika Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 146<br />
menyatakan bahkan mereka itu mengenalnya (Muhammad Saw.),<br />
sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka, bahkan salah<br />
seorang penganut agama Yahudi yang kemudian masuk Islam, yaitu<br />
Abdullah bin Salam pernah berkata, "Kami lebih mengenal dan<br />
lebih yakin tentang kenabian Muhammad Saw. daripada pengenalan<br />
dan keyakinan kami tentang anak-anak kami. Siapa tahu pasangan<br />
kami menyeleweng."<br />
<br />
Masa Prakenabian<br />
<br />
Ada beberapa ayat Al-Quran yang berbicara tentang Nabi<br />
Muhammad Saw. sebelum kenabian beliau. Antara lain,<br />
<br />
"Bukankah Dia (Tuhan) mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu<br />
Dia melindungimu, dan Dia mendapatimu bimbang, lalu Dia<br />
memberi petunjuk kepadamu, dan Dia mendapatimu dalam keadaan<br />
kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan?" (QS Al-Dhuha [93]:<br />
6-8).<br />
<br />
Beliau yatim sejak di dalam kandungan, kemudian dipelihara dan<br />
dilindungi oleh paman dan kakeknya. Beliau hidup di dalam<br />
keresahan dan kebimbangan melihat sikap masyarakatnya, lalu<br />
Allah memberinya petunjuk, dan mengangkatnya sebagai Nabi dan<br />
Rasul. Beliau hidup miskin karena ayahnya tidak meninggalkan<br />
warisan untuknya, kecuali beberapa ekor kambing dan harta<br />
lainnya yang tidak berarti. Tetapi Allah memberinya kecukupan,<br />
khususnya menjelang dan saat hidup berumah tangga dengan<br />
istrinya, Khadijah a.s.<br />
<br />
Ayat lain yang oleh ulama dianggap berbicara tentang Nabi<br />
Muhammad Saw. pada masa kanak-kanaknya, adalah surat Alam<br />
Nasyrah ayat pertama:<br />
<br />
"Bukankah Kami (Tuhan) telah melapangkan dada untukmu?"<br />
<br />
Sebagian ulama mengartikan kata nasyrah dengan<br />
"memotong/membedah." Memang, bila dikaitkan dengan sesuatu<br />
yang bersifat materi, artinya demikian. Apabila dikaitkan<br />
dengan sesuatu yang bersifat nonmateri, kata itu mengandung<br />
arti membuka, memberi pemahaman, menganugerahkan ketenangan<br />
dan semaknanya.<br />
<br />
Yang mengaitkan dengan hal-hal materi berpendapat bahwa ayat<br />
ini berbicara tentang "pembedahan" yang pernah dilakukan oleh<br />
para malaikat terhadap Nabi Muhammad Saw. kala beliau remaja.<br />
Pendapat ini antara lain dikemukakan oleh mufasir An<br />
-Naisaburi.<br />
<br />
Tetapi sepanjang penelitian penulis kata tersebut dengan<br />
berbagai bentuknya terulang sebanyak 5 kali, dan tidak satu<br />
pun yang digunakan dengan arti harfiah, apalagi bermakna<br />
pembedahan. Akan lebih jelas lagi jika hal itu disejajarkan<br />
dengan ayat yang berbicara tentang doa Nabi Musa a.s. di dalam<br />
Al-Quran.<br />
<br />
"Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku, mudahkanlah untukku<br />
urusanku dan lepaskanlah kekakuan lidahku, supaya mereka<br />
mengerti perkataanku" (QS Thaha [20]: 25-28)<br />
<br />
Selanjutnya Al-Quran menegaskan bahwa Nabi Muhammad Saw. tidak<br />
pernah membaca satu kitab atau menulis satu kata sebelum<br />
datangnya wahyu Al-Quran.<br />
<br />
"Engkau tidak pernah membaca satu kitab pun sebelumnya<br />
(Al-Quran), tidak juga menulis satu tulisan dengan tanganmu,<br />
(andai kata kamu pernah membaca dan menulis) pasti akan<br />
benar-benar ragulah orang yang mengingkari-(mu)" (QS<br />
Al-'Ankabut [29]: 48).<br />
<br />
Ayat ini secara pasti menyatakan bahwa beliau Saw. adalah<br />
orang yang tidak pandai membaca dan menulis. Banyak ulama yang<br />
memahami bahwa kendatipun kemudian Nabi Saw. menganjurkan<br />
umatnya belajar membaca dan menulis, namun beliau sendiri<br />
tidak melakukannya, karena Allah Swt. ingin menjadikan beliau<br />
sebagai bukti bahwa informasi yang diperolehnya benar-benar<br />
bukan bersumber dari manusia, melainkan dari Allah Swt.<br />
<br />
Ada juga ulama yang memahami bahwa ketidakmampuan beliau<br />
membaca hanya terbatas sampai sebelum terbukti kebenaran<br />
ajaran Islam. Setelah kebenaran Islam terbukti -setelah hijrah<br />
ke Madinah- beliau telah pandai membaca. Menurut pendukungnya<br />
ide ini dikuatkan antara lain oleh kata "sebelumnya" yang<br />
terdapat pada ayat di atas.<br />
<br />
Memang, kata ummi hanya ditemukan dua kali dalam Al-Quran (QS<br />
Al-A'raf [7] 157 dan 158) , dan keduanya menjadi sifat Nabi<br />
Muhammad Saw. Memang kedua ayat itu turun di Makkah, meskipun<br />
ada juga ayat lain yang turun di Madinah menyatakan,<br />
<br />
"Dia (Allah) yang mengutus kepada masyarakat ummiyyin (buta<br />
huruf), seorang Rasul di antara mereka" (QS Al-Jum'ah [62]: 2)<br />
<br />
Di sisi lain, harus disadari bahwa masyarakat beliau ketika<br />
itu menganggap kemampuan menulis sebagai bukti kelemahan<br />
seseorang.<br />
<br />
Pada masa itu sarana tulis-menulis amat langka, sehingga<br />
masyarakat amat mengandalkan hafalan. Seseorang yang menulis<br />
dianggap tidak memiliki kemampuan menghafal, dan ini merupakan<br />
kekurangan. Penyair Zurrummah pernah ditemukan sedang menulis,<br />
dan ketika ia sadar bahwa ada orang yang melihatnya, ia<br />
bermohon,<br />
<br />
"Jangan beri tahu siapa pun, karena ini (kemampuan menulis)<br />
bagi kami adalah aib."<br />
<br />
Memang, nilai-nilai dalam masyarakat berubah, sehingga apa<br />
yang dianggap baik pada hari ini, boleh jadi sebelumnya<br />
dinilai buruk. Pada masa kini kemampuan menghafal tidak<br />
sepenting masa lalu, karena sarana tulis-menulis dengan mudah<br />
diperoleh.<br />
<br />
Masa Kenabian<br />
<br />
Pada usia 40 tahun, yang disebut oleh Al-Quran surat Al-Ahqaf<br />
ayat 15 sebagai usia kesempurnaan, Muhammad Saw. diangkat<br />
menjadi Nabi. Ditandai dengan turunnya wahyu pertama Iqra'<br />
bismi Rabbik.<br />
<br />
Sebelumnya beliau tidak pernah menduga akan mendapat tugas dan<br />
kedudukan yang demikian terhormat. Karena itu ditemukan<br />
ayat-ayat Al-Quran yang menguraikan sikap beliau terhadap<br />
wahyu dan memberi kesan bahwa pada mulanya beliau sendiri<br />
"ragu" dan gelisah mengenai hal yang dialaminya. QS Yunus<br />
(10): 94 mengisyaratkan bahwa,<br />
<br />
"Kalau engkau ragu terhadap apa yang Kami turunkan kepadamu,<br />
maka tanyakanlah kepada orang-orang yang membaca Kitab Suci<br />
sebelum kamu (QS Yunus [10]: 94).<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Kegelisahan itu bertambah besar pada saat wahyu yang beliau<br />
nanti-nantikan tidak kunjung datang, hingga menurut beberapa<br />
riwayat beliau sedemikian gelisah, sampai-sampai konon beliau<br />
hampir saja mencelakakan dirinya. Rupanya Allah Swt. bermaksud<br />
menjadikan beliau lebih merindukan lagi "sang kekasih dan<br />
firman-firman-Nya" agar semakin mantap cinta beliau<br />
kepada-Nya.<br />
<br />
Surat Adh-Dhuha menyatakan sekelumit hal itu, sekaligus<br />
sekilas kedudukan beliau di sisi Allah. Surat ini turun<br />
berkenaan dengan kegelisahan Nabi Muhammad Saw. karena<br />
ketidakhadiran Malaikat Jibril membawa wahyu setelah sekian<br />
kali sebelumnya datang.<br />
<br />
"Demi adh-dhuha, dan malam ketika hening. Tuhanmu tidak<br />
meninggalkan kamu dan tidak pula membenci-(mu dan siapa pun).<br />
<br />
Mengapa adh-dhuha -yakni "matahari ketika naik<br />
sepenggalah"-yang dipilih berkaitan dengan wahyu-wahyu yang<br />
diterima oleh Nabi Saw., atau apakah adh-dhuha ada kaitannya<br />
dengan ketidakhadiran wahyu-wahyu Ilahi?<br />
<br />
Ketika matahari naik sepenggalah, cahayanya memancar menerangi<br />
seluruh penjuru. Cahayanya tidak terlalu terik, sehingga tidak<br />
menyebabkan gangguan sedikit pun, bahkan panasnya memberikan<br />
kesegaran, kenyamanan, dan kesehatan.<br />
<br />
Di sini Allah Swt. melambangkan kehadiran wahyu selama ini<br />
sebagai kehadiran cahaya matahari yang sinarnya demikian<br />
jelas, menyegarkan, dan menyenangkan. Sedangkan ketidakhadiran<br />
wahyu dinyatakan dengan kalimat, "Demi malam ketika hening."<br />
<br />
Dari kedua hal yang bertolak belakang itu, Allah menafikan<br />
dugaan atau tanggapan yang menyatakan bahwa Muhammad Saw.<br />
telah ditinggalkan oleh Tuhannya, atau bahkan Tuhan telah<br />
membencinya. Kehadiran malam tidak menjadikan seseorang boleh<br />
berkata bahwa matahari tidak akan terbit lagi, karena<br />
kenyataan sehari-hari membuktikan kekeliruan ucapan seperti<br />
itu. Nah, ketidakhadiran wahyu beberapa saat tidak dapat<br />
dijadikan alasan untuk menyatakan bahwa wahyu tidak akan hadir<br />
lagi atau Muhammad telah ditinggalkan oleh Tuhannya.<br />
<br />
Ketidakhadiran antara lain menjadi isyarat kepada Nabi<br />
Muhammad Saw. untuk beristirahat, karena "malam" dijadikan<br />
Tuhan sebagai waktu "beristirahat."<br />
<br />
Dapat juga dikatakan bahwa ketidakhadiran wahyu justru pada<br />
saat Nabi Muhammad menanti-nantikannya, membuktikan bahwa<br />
wahyu adalah wewenang Tuhan sendiri. Walaupun keinginan Nabi<br />
Saw. meluap-luap menantikan kehadirannya, namun jika Tuhan<br />
tidak menghendaki, wahyu tidak akan datang. Ini membuktikan<br />
bahwa wahyu bukan merupakan hasil renungan atau bisikan jiwa.<br />
<br />
Kenabian Muhammad Saw. bukan merupakan hal yang baru bagi umat<br />
manusia. Nabi Muhammad secara tegas diperintahkan untuk<br />
menyatakan hal itu,<br />
<br />
"Katakanlah, 'Aku bukanlah rasul yang pertama di antara<br />
rasul-rasul. Aku tidak mengetahui yang diperbuat terhadapku,<br />
tidak juga terhadapmu. Aku tidak lain hanya mengikuti yang<br />
diwahyukan kepadaku dan aku tidak lain seorang pemberi<br />
peringatan yang menjelaskan.'" (QS Al-Ahqaf [46]: 9)<br />
<br />
Namun demikian' kenabian Muhammad Saw. berbeda dengan kenabian<br />
utusan Tuhan yang lain. Sebelum beliau, para Nabi dan Rasul<br />
diutus untuk masyarakat dan waktu tertentu, tetapi Nabi<br />
Muhammad Saw. diutus untuk seluruh manusia di setiap waktu dan<br />
tempat,<br />
<br />
"Katakanlah (hai Muhammad), 'Wahai seluruh manusia!<br />
Sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk kamu semua'" (QS<br />
Al-A'raf [7]: 158)<br />
<br />
Ada sementara orientalis yang menduga bahwa pada mulanya Nabi<br />
Muhammad Saw. hanya bermaksud mengajarkan agamanya kepada<br />
orang-orang Arab, tetapi setelah beliau berhasil di Madinah,<br />
beliau memperluas dakwahnya untuk seluruh manusia.<br />
<br />
Pendapat ini sungguh keliru, karena sejak di Makkah beliau<br />
telah menegaskan bahwa beliau diutus untuk seluruh manusia.<br />
<br />
"Katakanlah (hai Muhammad), 'Wahai seluruh manusia!<br />
Sesungguhnya aku adalah utusan Allah untuk kamu semua.'" (QS<br />
Al-A'raf [7]: 158).<br />
<br />
Ayat ini turun ketika Nabi Saw. sedang berada di Makkah,<br />
bahkan menurut sementara ulama, semua ayat Al-Quran yang<br />
dimulai dengan panggilan "Wahai seluruh manusia," semuanya<br />
turun di Makkah kecuali beberapa ayat.<br />
<br />
Perbedaan yang lain adalah para nabi sebelum beliau selalu<br />
mengaitkan kenabian dengan hal-hal yang bersifat<br />
suprarasional, baik berbentuk sihir, pengetahuan gaib,<br />
mimpi-mimpi, dan lain-lain.<br />
<br />
Isa a.s. misalnya bersabda,<br />
<br />
"Sesungguhnya Aku telah datang kepadamu dengan membawa bukti<br />
(mukjizat) dari Tuhanmu, yaitu aku membuat burung untuk kamu<br />
dari tanah, kemudian aku meniupnya sehingga ia menjadi burung<br />
dengan seizin Allah, dan aku menyembuhkan orang yang buta<br />
sejak lahir, dan orang yang berpenyakit sopak (lepra), dan aku<br />
menghidupkan orang mati dengan seizin Allah, dan aku kabarkan<br />
kepadamu yang kamu makan dan yang kamu simpan di rumahmu.<br />
Sesungguhnya yang demikian itu adalah suatu tanda (mukjizat<br />
tentang kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu<br />
sungguh-sungguh beriman." (QS Ali 'Imran [3]: 49)<br />
<br />
Dalam Perjanjian Baru, Isa a.s. juga menyatakan, "Jangan<br />
percaya padaku, jika aku tidak mengerjakan pekerjaan Bapak<br />
..."<br />
<br />
Demikian halnya Isa a.s. dan para nabi sebelumnya. Oleh karena<br />
itu, ketika masyarakat Arab Quraisy meminta bukti-bukti yang<br />
bersifat suprarasional, Nabi Muhammad Saw. diperintahkan untuk<br />
menyampaikan kalimat-kalimat berikut:<br />
<br />
"Katakanlah, 'Sesungguhnya bukti-bukti itu bersumber dari<br />
Allah, sedang aku hanya pembawa peringatan yang menjelaskan.'"<br />
(QS Al-'Ankabut [29]: 50)<br />
<br />
Dr. Nazme Luke, seorang pendeta Mesir, berkomentar bahwa<br />
menghidupkan orang mati, mengembalikan penglihatan orang buta,<br />
dan lain-lain adalah hal-hal yang sangat mengagumkan, tetapi<br />
tidak berarti apa-apa jika digunakan untuk membuktikan bahwa<br />
2+2 = 5.<br />
<br />
Masyarakat pada masa Isa a.s. membutuhkan bukti-bukti yang<br />
bersifat suprarasional, karena mereka belum mencapai tingkat<br />
kedewasan yang memadai. Hal ini, tulisnya, sama dengan<br />
membujuk anak kecil untuk makan, padahal jika telah dewasa, ia<br />
akan makan tanpa dibujuk.<br />
<br />
Memang Nabi Muhammad Saw. tidak mengandalkan hal-hal yang<br />
bersifat suprarasional sebagai bukti kebenaran ajarannya.<br />
<br />
Bukti kebenaran kenabian dan kerasulannya adalah Al-Quran dan<br />
diri beliau sendiri yang ummi (tidak pandai membaca dan<br />
menulis). Para pakar bersepakat dengan menggunakan berbagai<br />
tolok ukur untuk mengakui beliau sebagai manusia teragung yang<br />
pernah dikenal oleh sejarah kemanusiaan<br />
<br />
Demikianlah kesimpulan Thomas Carlyle dalam bukunya On Heroes,<br />
Hero, Worship and the Heros in History dengan menggunakan<br />
tolok ukur kepahlawanan. Demikian pula Will Durant dalam The<br />
Story of Civilization in the World dengan tolok ukur hasil<br />
karya, Marcus Dodds dalam Muhammad, Buddha, and Christ, dengan<br />
tolok ukur keberanian moral, Nazme Luke dalam Muhammad<br />
Al-Rasul wa Al-Risalah dengan tolok ukur metode pembuktian<br />
ajaran, serta Michael Hart dalam bukunya tentang seratus tokoh<br />
dunia yang paling berpengaruh dalam sejarah, dengan tolok ukur<br />
pengaruh serta sederetan pakar lainnya.<br />
<br />
"Mustahil bagi siapa pun yang mempelajari kehidupan dan<br />
karakter Muhammad (Saw.), hanya mempunyai perasaan hormat saja<br />
terhadap Nabi mulia itu. Ia akan melampauinya sehingga<br />
meyakini bahwa beliau adalah salah seorang Nabi terbesar dari<br />
sang Pencipta," demikian Annie Besant menulis dalam The Life<br />
and Teachings of Muhammad.<br />
<br />
Dalam konteks ini Al-Quran surat Alam Nasyrah ayat 4<br />
menyatakan,<br />
<br />
"Sesungguhnya Kami pasti akan meninggikan namamu."<br />
<br />
Dalam ayat lain dinyatakan:<br />
<br />
"Wahai seluruh manusia, telah datang kepada kamu bukti yang<br />
sangat jelas dan Tuhanmu (yakni Muhammad Saw.), dan Kami telah<br />
(pula) menurunkan cahaya yang terang benderang (Al-Quran)" (QS<br />
Al-Nisa' [4]: 174).<br />
<br />
Akhlak dan Fungsi Kenabian Muhammad Saw.<br />
<br />
Al-Quran mengakui secara tegas bahwa Nabi Muhammad Saw.<br />
memiliki akhlak yang sangat agung. Bahkan dapat dikatakan<br />
bahwa konsideran pengangkatan beliau sebagai nabi adalah<br />
keluhuran budi pekertinya. Hal ini dipahami dari wahyu ketiga<br />
yang antara lain menyatakan bahwa:<br />
<br />
"Sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di atas akhlak yang<br />
agung" (QS Al-Qalam [68]: 4).<br />
<br />
Kata "di atas" tentu mempunyai makna yang sangat dalam,<br />
melebihi kata lain, misalnya, pada tahap/dalam keadaan akhlak<br />
mulia<br />
<br />
Seperti dikemukakan di atas, Al-Quran surat Al-An'am ayat 90<br />
menyebutkan dalam rangkaian ayat-ayatnya 18 nama Nabi/Rasul.<br />
Setelah kedelapan belas nama disebut, Allah berpesan kepada<br />
Nabi Muhammad Saw.,<br />
<br />
"Mereka itulah yang telah memperoleh petunjuk dari Allah, maka<br />
hendaknya kamu meneladani petunjuk yang mereka peroleh."<br />
<br />
Ulama-ulama tafsir menyatakan bahwa Nabi Saw. pasti<br />
memperhatikan benar pesan ini. Hal itu terbukti antara lain,<br />
ketika salah seorang pengikutnya mengecam kebijaksanaan beliau<br />
saat membagi harta rampasan perang, beliau menahan amarahnya<br />
dan menyabarkan diri dengan berkata,<br />
<br />
"Semoga Allah merahmati Musa a s. Dia telah diganggu melebihi<br />
gangguan yang kualami ini, dan dia bersabar (maka aku lebih<br />
wajar bersabar daripada Musa a s.)."<br />
<br />
Karena itu pula sebagian ulama tafsir menyimpulkan, bahwa<br />
pastilah Nabi Muhammad Saw. telah meneladani sifat-sifat<br />
terpuji para nabi sebelum beliau<br />
<br />
Nabi Nuh a.s. dikenal sebagai seorang yang gigih dan tabah<br />
dalam berdakwah. Nabi Ibrahim a.s. dikenal sebagai seorang<br />
yang amat pemurah, serta amat tekun bermujahadah mendekatkan<br />
diri kepada Allah. Nabi Daud a.s. dikenal sebagai nabi yang<br />
amat menonjolkan rasa syukur serta penghargaannya terhadap<br />
nikmat Allah. Nabi Zakaria a.s., Yahya a.s., dan Isa a.s.,<br />
adalah nabi-nabi yang berupaya menghindari kenikmatan dunia<br />
demi mendekatkan diri kepada Allah Swt.<br />
<br />
Nabi Yusuf a.s. terkenal gagah, dan amat bersyukur dalam<br />
nikmat dan bersabar menahan cobaan. Nabi Yunus a. s. diketahui<br />
sebagai nabi yang amat khusyuk ketika berdoa, Nabi Musa<br />
terbukti sebagai nabi yang berani dan memiliki ketegasan, Nabi<br />
Harun a.s. sebaliknya, adalah nabi yang penuh dengan<br />
kelemahlembutan. Demikian seterusnya, dan Nabi Muhammad Saw.<br />
meneladani semua keistimewaan mereka itu.<br />
<br />
Ada beberapa sifat Nabi Muhammad Saw. yang ditekankan oleh<br />
Al-Quran, antara lain,<br />
<br />
"Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu<br />
sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu (umat manusia),<br />
serta sangat menginginkan kebaikan untuk kamu semua, lagi amat<br />
tinggi belas kasihannya serta penyayang terhadap orang-orang<br />
mukmin" (QS Al-Tawbah [9]: 128).<br />
<br />
Begitu besar perhatiannya kepada umat manusia, sehingga<br />
hampir-hampir saja ia mencelakakan diri demi mengajak mereka<br />
beriman (baca QS Syu'ara [26]: 3). Begitu luas rahmat dan<br />
kasih sayang yang dibawanya, sehingga menyentuh manusia,<br />
binatang, tumbuh-tumbuhan, dan makhluk-makhluk tak bernyawa.<br />
<br />
Sebelum Eropa memperkenalkan Organisasi Pencinta Binatang,<br />
Nabi Muhammad Saw. telah mengajarkan,<br />
<br />
"Bertakwalah kepada Allah dalam perlakuanmu terhadap<br />
binatang-binatang, kendarailah dan makanlah dengan baik."<br />
<br />
"Seorang wanita terjerumus ke dalam neraka karena seekor<br />
kucing yang dikurungnya."<br />
<br />
"Seorang wanita yang bergelimang dosa diampuni Tuhan karena<br />
memberi minum seekor anjing yang kehausan."<br />
<br />
Rahmat dan kasih sayang yang dicurahkannya sampai pula pada<br />
benda-benda tak bernyawa. Susu, gelas, cermin, tikar, perisai,<br />
pedang, dan sebagainya, semuanya beliau beri nama, seakan-akan<br />
benda-benda tak bernyawa itu mempunyai kepribadian yang<br />
membutuhkan uluran tangan, rahmat, kasih sayang, dan<br />
persahabatan.<br />
<br />
Diakui bahwa Muhammad Saw. diperintahkan Allah untuk<br />
menegaskan bahwa,<br />
<br />
"Aku tidak lain kecuali manusia seperti kamu, (tetapi aku)<br />
diberi wahyu ..." (QS Al-Kahf [18]: 110).<br />
Beliau adalah manusia seperti manusia yang lain dalam naluri,<br />
fungsi fisik, dan kebutuhannya, tetapi bukan dalam sifat-sifat<br />
dan keagungannya, karena beliau mendapat bimbingan Tuhan dan<br />
kedudukan istimewa di sisi-Nya, sedang yang lain tidak<br />
demikian. Seperti halnya permata adalah jenis batu yang sama<br />
jenisnya dengan batu yang di jalan, tetapi ia memiliki<br />
keistimewaan yang tidak dimiliki oleh batu-batu lain. Dalam<br />
bahasa tafsir Al-Quran, "Yang sama dengan manusia lain adalah<br />
basyariyah bukan pada insaniyah." Perhatikan bunyi firman<br />
tadi: basyarun mitslukum bukan insan mitslukum.<br />
<br />
Atas dasar sifat-sifat yang agung dan menyeluruh itu, Allah<br />
Swt. menjadikan beliau sebagai teladan yang baik sekaligus<br />
sebagai syahid (pembawa berita gembira dan pemberi peringatan)<br />
<br />
"Sesungguhnya terdapat dalam diri Rasul teladan yang baik bagi<br />
yang mengharapkan (ridha) Allah dan ganjaran di hari<br />
kemudian." (QS Al-Ahzab [33]: 2l).<br />
<br />
Keteladanan tersebut dapat dilakukan oleh setiap manusia,<br />
karena beliau telah memiliki segala sifat terpuji yang dapat<br />
dimiliki oleh manusia<br />
<br />
Dalam konteks ini, Abbas Al-Aqqad, seorang pakar Muslim<br />
kontemporer menguraikan bahwa manusia dapat diklasifikasikan<br />
ke dalam empat tipe: seniman, pemikir, pekerta, dan yang tekun<br />
beribadah.<br />
<br />
Sejarah hidup Nabi Muhammad Saw. membuktikan bahwa beliau<br />
menghimpun dan mencapai puncak keempat macam manusia tersebut.<br />
Karya-karyanya, ibadahnya, seni bahasa yang dikuasainya, serta<br />
pemikiran-pemikirannya sungguh mengagumkan setiap orang yang<br />
bersikap objektif. Karena itu pula seorang Muslim akan kagum<br />
berganda kepada beliau, sekali pada saat memandangnya melalui<br />
kacamata ilmu dan kemanusiaan, dan kedua kali pada saat<br />
memandangnya dengan kacamata iman dan agama.<br />
<br />
Banyak fungsi yang ditetapkan Allah bagi Nabi Muhammad Saw.,<br />
antara lain sebagai syahid (pembawa berita gembira dan pemberi<br />
peringatan) (QS Al-Fath [48]: 8), yang pada akhirnya bermuara<br />
pada penyebarluasan rahmat bagi alam semesta.<br />
<br />
Di sini fungsi beliau sebagai syahid/syahid akan dijelaskan<br />
agak mendalam.<br />
<br />
Demikian itulah Kami jadikan kamu umat pertengahan, agar kamu<br />
menjadi saksi terhadap manusia, dan agar Rasul (Muhammad Saw.)<br />
menjadi saksi terhadap kamu ... (QS Al-Baqarah [2]: 143)<br />
<br />
Kata syahid/syahid antara lain berarti "menyaksikan," baik<br />
dengan pandangan mata maupun dengan pandangan hati<br />
(pengetahuan). Ayat itu menjelaskan keberadaan umat Islam pada<br />
posisi tengah, agar mereka tidak hanyut pada pengaruh<br />
kebendaan, tidak pula mengantarkannya membubung tinggi ke alam<br />
ruhani sehingga tidak berpijak lagi di bumi. Mereka berada di<br />
antara keduanya (posisi tengah), sehingga mereka dapat menjadi<br />
saksi dalam arti patron/teladan dan skala kebenaran bagi<br />
umat-umat yang lain, sedangkan Rasulullah Saw. yang juga<br />
berkedudukan sebagai syahid (saksi) adalah patron dan teladan<br />
bagi umat Islam. Kendati ada juga yang berpendapat bahwa kata<br />
tersebut berarti bahwa Nabi Muhammad Saw. akan menjadi saksi<br />
di hari kemudian terhadap umatnya dan umat-umat terdahulu,<br />
seperti bunyi firman Allah dalam Al-Quran surat Al-Nisa' (4):<br />
41:<br />
<br />
Maka bagaimanakah halnya orang-orang kafir nanti apabila Kami<br />
menghadirkan seorang saksi dari tiap-tiap umat dan Kami<br />
hadirkan pula engkau (hai Muhammad) sebagai saksi atas mereka<br />
(QS Al-Nisa, [4]: 41).<br />
<br />
Tingkat syahadat (persaksian) hanya diraih oleh mereka yang<br />
menelusuri jalan lurus (shirath al-mustaqim), sehingga mereka<br />
mampu menyaksikan yang tersirat di balik yang tersurat. Mereka<br />
yang menurut Ibnu Sina disebut "orang yang arif," mampu<br />
memandang rahasia Tuhan yang terbentang melalu qudrat-Nya.<br />
Tokoh dari segala saksi adalah Rasulullah Muhammad Saw. yang<br />
secara tegas di dalam ayat ini dinyatakan "diutus untuk<br />
menjadi syahid (saksi)."<br />
<br />
Sikap Allah Swt. terhadap Nabi Muhammad Saw.<br />
<br />
Dari penelusuran terhadap ayat-ayat Al-Quran ditemukan bahwa<br />
para nabi sebelum Nabi Muhammad Saw. telah diseru oleh Allah<br />
dengan nama-nama mereka; Ya Adam..., Ya Musa..., Ya Isa...,<br />
dan sebagainya. Tetapi terhadap Nabi Muhammad Saw., Allah Swt.<br />
sering memanggilnya dengan panggilan kemuliaan, seperti Ya<br />
ayyuhan Nabi..., Ya ayyuhar Rasul..., atau memanggilnya dengan<br />
panggilan-panggilan mesra, seperti Ya ayyuhal muddatstsir,<br />
atau ya ayyuhal muzzammil (wahai orang yang berselimut). Kalau<br />
pun ada ayat yang menyebut namanya, nama tersebut dibarengi<br />
dengan gelar kehormatan. Perhatikan firman-Nya dalam surat<br />
Ali-'Imran (3): 144, Al-Ahzab (33): 40, Al-Fat-h (48): 29, dan<br />
Al-Shaff (61): 6.<br />
<br />
Dalam konteks ini dapat dimengerti mengapa Al-Quran berpesan<br />
kepada kaum mukmin.<br />
<br />
"Janganlah kamu menjadikan panggilan kepada Rasul di antara<br />
kamu, seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian yang<br />
lain... (QS Al-Nur [24]: 63).<br />
<br />
Sikap Allah kepada Rasul Saw. dapat juga dilihat dengan<br />
membandingkan sikap-Nya terhadap Musa a.s.<br />
<br />
Nabi Musa a.s. bermohon agar Allah menganugerahkan kepadanya<br />
kelapangan dada, serta memohon agar Allah memudahkan segala<br />
persoalannya.<br />
<br />
"Wahai Tuhanku, lapangkanlah dadaku dan mudahkanlah untukku<br />
urusanku (QS Thaha [20]: 25-26).<br />
<br />
Sedangkan Nabi Muhammad Saw. memperoleh anugerah kelapangan<br />
dada tanpa mengajukan permohonan. Perhatikan firman Allah<br />
dalam surat Alam Nasyrah, Bukankah Kami telah melapangkan<br />
dadamu? (QS Alam Nasyrah [94]: 1).<br />
<br />
Dapat diambil kesimpulan bahwa yang diberi tanpa bermohon<br />
tentunya lebih dicintai daripada yang bermohon, baik<br />
permohonannya dikabulkan, lebih-lebih yang tidak.<br />
<br />
Permohonan Nabi Musa a.s. adalah agar urusannya dipermudah,<br />
sedangkan Nabi Muhammad Saw. bukan sekadar urusan yang<br />
dimudahkan Tuhan, melainkan beliau sendiri yang dianugerahi<br />
kemudahan. Sehingga betapapun sulitnya persoalan yang dihadapi<br />
-dengan pertolongan Allah-beliau akan mampu menyelesaikannya.<br />
Mengapa demikian? Karena Allah menyatakan kepada Nabi Muhammad<br />
dalam surat Al-A'la (87): 8:<br />
<br />
"Dan Kami mudahkan kamu ke jalan yang mudah."<br />
<br />
Mungkin saja urusan telah mudah, namun seseorang, karena satu<br />
dan lain sebab-tidak mampu menghadapinya. Tetapi jika yang<br />
bersangkutan telah memperoleh kemudahan, walaupun sulit urusan<br />
tetap akan terselesaikan.<br />
<br />
Keistimewaan yang dimiliki beliau tidak berhenti di sana saja.<br />
Juga dengan keistimewaan kedua, yaitu "jalan yang beliau<br />
tempuh selalu dimudahkan Tuhan" sebagaimana tersurat dalam<br />
firman Allah, "Dan Kami mudahkan kamu ke jalan yang mudah."<br />
(QS Al-A'la [87]: 8).<br />
<br />
Dari sini jelas bahwa apa yang diperoleh oleh Nabi Muhammad<br />
Saw. melebihi apa yang diperoleh oleh Nabi Musa a.s., karena<br />
beliau tanpa bermohon pun memperoleh kemudahan berganda,<br />
sedangkan Nabi Musa a.s. baru memperoleh anugerah "kemudahan<br />
urusan" setelah mengajukan permohonannya.<br />
<br />
Itu bukan berarti bahwa Nabi Muhammad Saw. dimanjakan oleh<br />
Allah, sehingga beliau tidak akan ditegur apabila melakukan<br />
sesuatu yang kurang wajar sebagai manusia pilihan.<br />
<br />
Dari Al-Quran ditemukan sekian banyak teguran-teguran Allah<br />
kepada beliau, dari yang sangat tegas hingga yang lemah lembut<br />
<br />
Perhatikan teguran firman Allah ketika beliau memberi izin<br />
kepada beberapa orang munafik untuk tidak ikut berperang.<br />
<br />
"Allah telah memaafkan kamu. Mengapa engkau mengizinkan<br />
mereka? (Seharusnya izin itu engkau berikan) setelah terbukti<br />
bagimu siapa yang berbohong dalam alasannya, dan siapa pula<br />
yang berkata benar (QS Al-Tawbah [9]: 43)<br />
<br />
Dalam ayat tersebut Allah mendahulukan penegasan bahwa beliau<br />
telah dimaafkan, baru kemudian disebutkan "kekeliruannya."<br />
<br />
Teguran keras baru akan diberikan kepada beliau terhadap<br />
ucapan yang mengesankan bahwa beliau mengetahui secara pasti<br />
orang yang diampuni Allah, dan yang akan disiksa-Nya, maupun<br />
ketika beliau merasa dapat menetapkan siapa yang berhak<br />
disiksa.<br />
<br />
"Engkau tidak mempunyai sedikit urusan pun. (Apakah) Allah<br />
menerima tobat mereka atau menyiksa mereka (QS Ali 'Imran [3]:<br />
128).<br />
<br />
Perhatikan teguran Allah dalam surat 'Abasa ayat 1-2 kepada<br />
Nabi Muhammad Saw., yang tidak mau melayani orang buta yang<br />
datang meminta untuk belajar pada saat Nabi Saw. sedang<br />
melakukan pembicaraan dengan tokoh-tokoh kaum musyrik di<br />
Makkah<br />
<br />
"Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah<br />
datang seorang buta kepadanya..."<br />
<br />
Teguran ini dikemukakan dengan rangkaian sepuluh ayat, dan<br />
diakhiri dengan:<br />
<br />
"Sekali-kali jangan (demikian). Sesungguhnya ajaran-ajaran<br />
Allah adalah suatu peringatan" (QS 'Abasa [80]: 11).<br />
<br />
Nabi berpaling dan sekadar bermuka masam ketika seseorang<br />
mengganggu konsentrasi dan pembicaraan serius pada saat rapat;<br />
hakikatnya dapat dinilai sudah sangat baik bila dikerjakan<br />
oleh manusia biasa. Namun karena Muhammad Saw. adalah manusia<br />
pilihan, sikap dernikian itu dinilai kurang tepat, yang dalam<br />
istilah Al-Quran disebut zanb (dosa).<br />
<br />
Dalam hal ini ulama memperkenalkan kaidah: Hasanat al-abrar,<br />
sayyiat al-muqarrabin, yang berarti "kebajikan-kebajikan yang<br />
dilakukan oleh orang-orang baik, (dapat dinilai sebagai) dosa<br />
(bila diperbuat oleh) orang-orang yang dekat kepada Tuhan."<br />
<br />
--oo0oo--<br />
<br />
Disadari sepenuhnya bahwa uraian tentang Nabi Muhammad Saw.<br />
amat panjang, yang dapat diperoleh secara tersirat maupun<br />
tersurat dalam Al-Quran, maupun dari sunnah, riwayat, dan<br />
pandangan para pakar. Tidak mungkin seseorang dapat menjangkau<br />
dan menguraikan seluruhnya, karena itu sungguh tepat<br />
kesimpulan yang diberikan oleh penyair Al-Bushiri,<br />
<br />
"Batas pengetahuan tentang beliau, hanya bahwa beliau adalah<br />
seorang manusia, dan bahwa beliau adalah sebaik-baik makhluk<br />
Allah seluruhnya."<br />
<br />
Allahumma shalli wa sallim 'alaih. []Masjid Nurul Ikhwanhttp://www.blogger.com/profile/06810879062964218925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5231203373731660894.post-69738272437487003922012-01-08T19:52:00.000-08:002012-01-08T19:54:06.715-08:00PEMUDA ARAB YG MENIMBA ILMU DI AMERIKA<div style="text-align: justify;">KISAH NYATA <b>SEORANG PEMUDA ARAB YG MENIMBA ILMU DI AMERIKA</b> (sebuah hadiah kecil)..dibaca lho..baguuuus</div><div style="text-align: justify;">Assalamu'alaikum Saudara Sejati</div><div style="text-align: justify;">Ada seorang pemuda arab yang baru saja me-nyelesaikan bangku kuliahnya di Amerika. Pemuda ini adalah salah seorang yang diberi nikmat oleh Allah berupa pendidikan agama Islam bahkan ia mampumendalaminya. Selain belajar, ia juga seorang juru dakwah Islam. Ketika berada di Amerika, ia berkenalan dengan salah seorang Nasrani. Hubungan mereka semakin akrab, dengan harapan semoga Allah subhanahu wa ta'ala memberinya hidayah masuk Islam.<br />
<a name='more'></a></div><div style="text-align: justify;">Pada suatu hari mereka berdua berjalan-jalan di sebuah perkampungan di Amerika dan melintas di dekat sebuah gereja yang terdapat di kampung tersebut. Temannya itu meminta agar ia turut masuk ke dalam gereja. Semula ia berkeberatan. Namun karena ia terus mendesak akhirnya pemuda itupun memenuhi permintaannya lalu ikut masuk ke dalam gereja dan duduk di salah satu bangku dengan hening, sebagaimana kebiasaan mereka. Ketika pendeta masuk, mereka serentak berdiri untuk memberikan penghor-matan lantas kembali duduk.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Di saat itu si pendeta agak terbelalak ketika meli-hat kepada para hadirin dan berkata, "Di tengah kita ada seorang muslim. Aku harap ia keluar dari sini." Pemuda arab itu tidak bergeming dari tempatnya.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pendeta tersebut mengucapkan perkataan itu berkali-kali, namun ia tetap tidak bergeming dari tempatnya. Hingga akhirnya pendeta itu berkata, "Aku minta ia keluar dari sini dan aku menjamin keselamatannya."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Barulah pemuda ini beranjak keluar. Di ambang pintu ia bertanya kepada sang pen-deta, "Bagaimana anda tahu bahwa saya seorang mus-lim." Pendeta itu menjawab, "Dari tanda yang terdapat di wajahmu." Kemudian ia beranjak hendak keluar. Namun sang pendeta ingin memanfaatkan keberadaan pemuda ini, yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan, tujuannya untuk memojokkan pemuda tersebut dan sekaligus mengokohkan markasnya. Pemuda muslim itupun menerima tantangan debat tersebut.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Sang pendeta berkata, "Aku akan mengajukan kepada anda 22 pertanyaan dan anda harus menja-wabnya dengan tepat." Si pemuda tersenyum dan berkata, "Silahkan!" Sang pendeta pun mulai bertanya,</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">1. Sebutkan satu yang tiada duanya,</div><div style="text-align: justify;">2. dua yang tiada tiganya,</div><div style="text-align: justify;">3. tiga yang tiada empatnya,</div><div style="text-align: justify;">4. empat yang tiada limanya,</div><div style="text-align: justify;">5. limayang tiada enamnya,</div><div style="text-align: justify;">6. enam yang tiada tujuhnya,</div><div style="text-align: justify;">7.. tujuh yang tiada delapannya,</div><div style="text-align: justify;">8. delapan yang tiada sembilannya,</div><div style="text-align: justify;">9. sembilan yang tiada sepuluhnya,</div><div style="text-align: justify;">10. sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh,</div><div style="text-align: justify;">11. sebelas yang tiada dua belasnya,</div><div style="text-align: justify;">12. dua belas yang tiada tiga belasnya,</div><div style="text-align: justify;">13. tiga belas yang tiada em-pat belasnya.</div><div style="text-align: justify;">14. Sebutkan sesuatu yang dapat bernafas namun tidak mempunyai ruh!</div><div style="text-align: justify;">15. Apa yang dimaksud dengan kuburan berjalan membawa isinya?</div><div style="text-align: justify;">16. Siapakah yang berdusta namun masuk ke dalam surga?</div><div style="text-align: justify;">17. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah namun Dia tidak menyukainya?</div><div style="text-align: justify;">18. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dengan tanpa ayah dan ibu !</div><div style="text-align: justify;">19. Siapakah yang tercipta dari api, siapakah yang diadzab dengan api dan siapakah yang terpelihara dari api?</div><div style="text-align: justify;">20. Siapakah yang tercipta dari batu, siapakah yg diadzab dengan batu dan</div><div style="text-align: justify;">siapakah yang terpelihara dari batu?</div><div style="text-align: justify;">21. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap besar!</div><div style="text-align: justify;">22. Pohon apakah yang mempu-nyai 12 ranting, setiap ranting mempunyai 30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah naungan dan dua di bawah sinaran matahari?"</div><div style="text-align: justify;">Mendengar pertanyaan tersebut pemuda itu tersenyum dengan senyuman mengandung keyakinan kepada Allah. Setelah membaca basmalah ia berkata,</div><div style="text-align: justify;">1. Satu yang tiada duanya ialah Allah subhanahu wa ta'ala.</div><div style="text-align: justify;">2. Dua yang tiada tiganya ialah malam dan siang. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman, "Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesaran kami)." (Al-Isra': 12).</div><div style="text-align: justify;">3. Tiga yang tiada empatnya adalah kekhilafan yang dilakukan Nabi Musa ketika Khidir menenggelamkan sampan, membunuh seorang anak kecil dan ketika me-negakkan kembali dinding yang hampir roboh.</div><div style="text-align: justify;">4. Empat yang tiada limanya adalah Taurat, Injil, Zabur dan al-Qur'an.</div><div style="text-align: justify;">5. Lima yang tiada enamnya ialah shalat limawaktu.</div><div style="text-align: justify;">6. Enam yang tiada tujuhnya ialah jumlah hari ke-tika Allah subhanahu wa ta'ala menciptakan makhluk.</div><div style="text-align: justify;">7. Tujuh yang tiada delapannya ialah langit yang tujuh lapis. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman, "Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang." (Al-Mulk: 3).</div><div style="text-align: justify;">8. Delapan yang tiada sembilannya ialah malaikat pemikul Arsy ar-Rahman. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman,"Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung 'Arsy Rabbmu di atas kepala) mereka." (Al-Haqah: 17).</div><div style="text-align: justify;">9. Sembilan yang tiada sepuluhnya adalah mu'jizat yang diberikan kepada Nabi Musa : tongkat, tangan yang bercahaya, angin topan, musim paceklik, katak, darah, kutu dan belalang .</div><div style="text-align: justify;">10. Sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh ialah kebaikan. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman, "Barangsiapa yang berbuat kebaikan maka untuknya sepuluh kali lipat." (Al-An'am: 160).</div><div style="text-align: justify;">11. Sebelas yang tiada dua belasnya ialah jumlah saudara-saudara Yusuf</div><div style="text-align: justify;">12. Dua belas yang tiada tiga belasnya ialah mu'jizat Nabi Musa yang terdapat dalam firman Allah, "Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, 'Pukullah batu itu dengan tongkatmu.' Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air." (Al-Baqarah: 60).</div><div style="text-align: justify;">13. Tiga belas yang tiada empat belasnya ialah jumlah saudara Yusuf ditambah dengan ayah dan ibunya.</div><div style="text-align: justify;">14. Adapun sesuatu yang bernafas namun tidak mempunyai ruh adalah waktu Shubuh. Allah subhanahu wa ta'ala ber-firman, "Dan waktu subuh apabila fajarnya mulai menyingsing." (At-Takwir: 18).</div><div style="text-align: justify;">15. Kuburan yang membawa isinya adalah ikan yang menelan Nabi YunusAS.</div><div style="text-align: justify;">16. Mereka yang berdusta namun masuk ke dalam surga adalah saudara-saudara Yusuf , yakni ketika mereka berkata kepada ayahnya, "Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala." Setelah kedustaan terungkap, Yusuf berkata kepada mereka," tak ada cercaaan terhadap kalian." Dan ayah mereka Ya'qub berkata, "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Rabbku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."</div><div style="text-align: justify;">17. Sesuatu yang diciptakan Allah namun tidak Dia sukai adalah suara keledai. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman, "Sesungguhnya sejelek-jelek suara adalah suara keledai." (Luqman: 19).</div><div style="text-align: justify;">18. Makhluk yang diciptakan Allah tanpa bapak dan ibu adalah Nabi Adam, malaikat, unta Nabi Shalih dan kambing Nabi Ibrahim.</div><div style="text-align: justify;">19. Makhluk yang diciptakan dari api adalah Iblis, yang diadzab dengan api ialah Abu Jahal dan yang terpelihara dari api adalah Nabi Ibrahim. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman, "Wahai api dinginlah dan selamatkan Ibrahim." (AlAnbiya': )</div><div style="text-align: justify;">20. Makhluk yang terbuat dari batu adalah unta Nabi Shalih, yang diadzab dengan batu adalah tentara bergajah dan yang terpelihara dari batu adalah Ash-habul Kahfi (penghuni gua).</div><div style="text-align: justify;">21. Sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap perkara besar adalah tipu daya wanita, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta'ala, "Sesungguhnya tipu daya kaum wanita itu sangatlah besar." (Yusuf: 28).</div><div style="text-align: justify;">22. Adapun pohon yang memiliki 12 ranting setiap ranting mempunyai 30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah teduhan dan dua di bawah sinaran matahari maknanya: Pohon adalah tahun, ranting adalah bulan, daun adalah hari dan buahnya adalah shalat yang limawaktu, tiga dikerjakan di malam hari dan dua di siang hari.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pendeta dan para hadirin merasa takjub mende-ngar jawaban pemuda muslim tersebut. Kemudian ia pamit dan beranjak hendak pergi. Namun ia mengurungkan niatnya dan meminta kepada pendeta agar menjawab satu pertanyaan saja. Permintaan ini disetujui oleh sang pendeta. Pemuda ini berkata, "Apakah kunci surga itu?" Mendengar pertanyaan itu lidah sang pendeta menjadi kelu, hatinya diselimuti keraguan dan rona wajahnya pun berubah. Ia berusaha menyembunyikan kekhawatirannya, namun hasilnya nihil.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Orang-orang yang hadir di gereja itu terus mendesaknya agar menjawab pertanyaan tersebut, namun ia berusaha mengelak. Mereka berkata, "Anda telah melontarkan 22 pertanyaan kepadanya dan semuanya ia jawab, sementara ia hanya memberimu satu pertanyaan namun anda tidak mampu menjawabnya!"</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Pendeta tersebut berkata, :"Sungguh aku mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, namun aku takut kalian marah. " Mereka menjawab, "Kami akan jamin keselamatan anda."</div><div style="text-align: justify;">Sang pendeta pun berkata,: "Jawabannya ialah: Asyhadu an La Ilaha Illallah wa Asyhadu anna Muhammadar Rasulullah."</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Lantas sang pendeta dan orang-orang yang hadir di gereja itu memeluk agama Islam.</div><div style="text-align: justify;">Sungguh Allah telah menganugrahkan kebaikan dan menjaga mereka dengan Islam melalui tangan seorang pemuda muslim yang bertakwa.</div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">* Penulis tidak menyebutkan yang kesembilan (pent.)</div><div style="text-align: justify;">** Kisah nyata ini di ambil dari Mausu'ah al-Qishash al-Waqi'ah melalui internet,<a href="http://www.gesah.net/">www.gesah.net</a></div>Masjid Nurul Ikhwanhttp://www.blogger.com/profile/06810879062964218925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5231203373731660894.post-80548529210713013812012-01-08T10:37:00.000-08:002012-01-08T10:37:31.179-08:00Ilmu Yang Bermanfaat<div class="MsoNormal"></div><div style="text-align: justify;">Rasulullah Saw bersabda; bahwa ada tiga hal yang tidak akan terputuskan, walaupun seorang manusia telah meregang ajal, yaitu; amal jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak yang shalih. </div><span lang="EN-US"><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Ilmu yang bermanfaat adalah ilmu yang memiliki manfaat buat orang lain dalam menuju ketaqwaan kepada Allah, bukan menuju kefasikan. Hal ini bukan hanya menyangkut ilmu-ilmu agama secara ritual, namun yang non ritual pun memiliki dimensi dalam menopang ketaqwaan kepada Allah. <a name='more'></a></div><div style="text-align: justify;"><st1:city w:st="on"><st1:place w:st="on">Ada</st1:place></st1:city> seseorang yang dalam kehidupannya secara ekonomi sangat sulit. Kesulitan ekonominya ini menyebabkannya banyak mengeluh kepada Allah. Wajarlah apabila Rasulullah Saw berkata bahwa kefakiran lebih dengan kepada kekufuran. Manakala kita membantu orang tersebut, dengan mengajarkan ilmu ketrampilan menjahit, yang dengan itu menyebabkannya bisa mencari nafkah, mensedikitkan keluhan dari dirinya, maka sesungguhnya ilmu tersebut bermanfaat untuk menuju taqwa. Ketika ini terjadi maka para penduduk langit akan bershalawat untuk orang yang menafkahkan ilmunya, dan Allah pun melimpahkan rahmat-Nya kepadanya. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Agar para penduduk langit bershalawat dan Allah pun melimpahkan rahmat, maka kita harus meluruskan niat dalam mengajarkan ilmu. Niat yang tulus ikhlas untuk mendapat rahmat Allah inilah yang harus dibangun di hati. Apabila niatnya dirusak oleh keinginan mendapat balasan uang, pujian, popularitas, dan lain sebagainya -selain balasan Allah- maka akan merusak amalnya. Ilmu itu boleh jadi bermanfaat untuk orang lain, namun Allah tidak memberikan balasan atas cucuran keringat yang dikelurkannya dalam mengajarkan ilmu. Bahkan dalam sebuah hadits dikatakan, Allah memerintahkan malaikat untuk melemparkan amalnya tersebut, dan menulisnya sesuai dengan niatnya. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Orang yang sadar tentang manfaat mengajarkan ilmu kepada orang lain, maka mereka akan berbondong-bondong megajarkan ilmu. Ia tidak akan kikir terhadap ilmu yang dimilikinya. Ia akan senang ketika melihat orang lain bisa mengerjakan suatu hal yang sebelumnya tidak dapat dikerjakannya. Ia akan bergembira ketika melihat orang lain, lebih </div><div style="text-align: justify;">mengerti dan memahami sebuah persoalan dari yang sebelumnya dalam kebodohan. </div><div style="text-align: justify;"><br />
</div><div style="text-align: justify;">Dalam hadits yang lain, Rasulullah Saw berkata: "Allah senang terhadap orang yang belajar, namun lebih senang terhadap orang yang belajar dan mengajarkannya". Kita semua sedang belajar dalam majelis ini. Sangat baik apa yang kita telah pelajari, maka kita sebarkan kepada yang lainnya. Semoga kita semua bisa menjadi orang-orang yang taat. Kita bukan hanya menjadi orang yang tangannya berada di bawah, tetapi membaliknya menjadi orang yang tangannya berada di atas. Bukankah Rasulullah Saw mengatakan bahwa orang yang tangannya di atas adalah lebih mulia di hadapan Allah, daripada orang yang tangannya di bawah? </div></span>Masjid Nurul Ikhwanhttp://www.blogger.com/profile/06810879062964218925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5231203373731660894.post-53612655371097138932012-01-08T09:12:00.000-08:002012-01-08T09:13:03.569-08:00Mewaspadai Nafsu<span style="text-align: justify;">Wahai saudara2ku sekalian,
bila anda ingin bahagia, maka lawanlah dirimu (nafsumu) dalam rangka berselaras
dengan Tuhanmu Azza wa-Jalla, taat kepadaNya, sekaligus dalam rangka kontra
terhadap maksiat padaNya.</span><br />
<a name='more'></a><span style="text-align: justify;">Hijabmu adalah
karena anda tidak mengenal makhluk. Sedangkan makhluk itu adalah hijabmu untuk
tidak mengenal Khaliq Azza wa-Jalla. Sepanjang dirimu bersama dirimu, anda tak
mengenal makhluk. Sepanjang dirimu bersama makhluk, anda tidak mengenal Tuhanmu
Azza wa-Jalla. Sepanjang dirimu dengan dunia, anda kehilangan akhirat.
Sepanjang dirimu bersama akhirat anda tidak mengenal Tuhannya akhirat. Raja dan
yang dirajai (budak) tidak bisa bergabung, sebagaimana dunia dan akhirat tidak
pernah berpadu. Begitu pula makhluk dan Khaliq tidak bisa dicampur.</span><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Nafsu selalu
memerintahkan pada keburukan, karena memang demikian watak naluriyahnya. Sampai
kapan anda diperintah oleh Qalbu dalam segala hal, dan anda tidak butuh lagi
nafsu. Maka perangilah nafsumu. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">“Allah
mengilhamkan pada nafsu akan pengingkaran dan ketaqwaannya.” (Asy-Syams: 8)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Maka bersihkan
nafsu itu dengan perjuangan jiwa. Karena jika nafsu sudah bersih dan sirna, ia
akan menentramkan diri pada qalbu, lalu ketentraman qalbu menyandar pada
rahasia jiwa (sirr), dan Sirr menuju
Al-Haq Allah Azza wa-Jalla, taat padaNya. Jika hal ini tidak berhasil jangan
berharap anda akan terbebas dari kotoran dan keburukannya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Bagaimana
bisa dekat, dengan Sang Maha Diraja, tanpa adanya kesucian dari
berbagai najis. Karena itu pendekkan imajinasi nafsu itu, maka ia bisa patuh
kepadamu. Nasehati melalui nasehat Rasulullah saw.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">“Bila pagi hari,
jangan bicara pada nafsumu tentang sore hari. Jika sore hari jangan bicara pada
nafsumu tentang pagi hari. Karena anda tidak tahu bagaimana nasib namamu besok
pagi.” (Ditakhrij oleh Az-Zubaydy dalam Ithafus Saadatil Muttaqin)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Anda merasa
kasihan pada nafsumu dibanding yang lain, pada saat yang sama anda telah
menelantarkannya. Bagaimana yang lain kasihan padanya dan melindunginya?
Kekuatan naluriyah dan ambisi yang membebanimu, membuatmu berat untuk
meninggalkan nafsumu. Karena itu berjuanglah memeranginya dengan memperpendek
imajinasinya dan meminimalisir ambisinya, mengingat maut, fokus pada Allah Azza
wa-Jalla, berobat melalui jiwa para Shiddiqun dan kalamnya, disamping dzikir
yang benar-benar jernih dari kotoran, siang dan malam.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Katakan pada
nafsumu, “Bagimu keuntungan yang kamu kerjakan, dan resiko atas
tindakanmu. Tak satu pun yang menyertai keuntunganmu, juga tidak memberikan
sesuatu padamu, karena itu haruslah beramal dan mujahadah. Kawanmu adalah yang
mencegahmu, dan musuhmu adalah yang menyesatkanmu. Karena saya melihat dirimu
bersyukur pada selain Allah Azza wa-Jalla atas nikmat-nikmatNya. Engkau
memberikan haknya nafsu dan makhluk, tapi engkau menggugurkan Haknya Allah Azza
wa-Jalla. Padahal anda tahu bahwa ni’mat-ni’mat itu dari Allah Azza wa-Jalla,
lalu mana syukurmu? Bahkan anda pun tahu bahwa Allah Ta’ala menciptamu, lalu
mana ibadah, melaksanakan perintah dan menjauhi laranganNya serta sabar atas cobaanNya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Perangi nafsumu
hingga engkau dapat hidayah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Allah swt
berfirman:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">“Dan orang-orang
yang berjuang melawan dirinya dalam rangka menempuh pada Diri Kami, niscaya
akan Kami beri hidayah mereka, jalan-jalan Kami.” (Al-Ankabut: 69)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">“Apabila kamu
memohon pertolongan Allah, maka Allah akan menolong kalian dan mengokohkan
pijakan kalian.” (Muhammad: 7)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Karena itu anda
jangan memberi toleransi pada nafsu, jangan patuh dan jangan taat, anda pasti
menang dan bahagia. Jangan tersenyum pada wajahnya, jawablah dari seribu
kalimatnya, jawaban yang bisa membersihkan dirinya dan menentramkan pada hati.
Jika nafsu menuntut syahwat kesenangan dan kelezatan, dan apa jaminan dan
akhirnya? Katakan pada nafsu, bahwa tempatmu nanti syurga. Sabarkan nafsumu
atas kegagalan yang pahit, hingga Allah memberikan anugerahNya. Jika anda sabar
dan bisa menyabarkannya, maka Allah azza wa-Jalla bakal menyertainya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">“Sesungguhnya
Allah menyertai orang-orang sabar.” (Al-Anfaal: 46)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Jangan terima
ucapan dan interupsi nafsu, karena ia tidak berkata kecuali menjurus keburukan.
Jika anda mulai menyenangi nafsu, segera lawan. Karena melawannya pasti
mendatangkan kebaikan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Wahai orang yang
mengaku berserasi dengan kehendak Allah swt, sedangkan dirimu mengikuti hawa
nafsumu, engkau dusta dalam pengakuanmu. Nafsu dan Allah Azza wa-Jalla tidak
pernah berpadu. Dunia akhirat pun demikian. Siapa saja yang berteguh pada
nafsunya, ia telah kehilangan berteguh pada Allah Azza wa-Jalla. Siapa yang
wuquf di dunia, ia akan kehilangan wuquf di akhirat. Nabi saw, bersabda:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">“Siapa yang
mencintai dunianya, akan mencederai akhiratnya. Siapa yang mencintai
akhiratnya, dunianya akan tercederai.” (Hr Imam Ahmad)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Sabarlah. Jika
sabarmu sempurna, maka ridlomu juga sempurna. Semuanya sangat indah di
hadapanmu, apa pun yang terjadi merupakan manifestasi rasa syukurmu, yang jauh
jadi dekat, yang syirik berubah tauhid, dan anda tidak peduli dengan ancaman
maupun manfaat dari makhluk, tidak memandang kontradiksi, bahkan pintu-pintu
menyatu, arah hanya satu. Suatu kondisi yang tidak banyak dijadikan pegangan
oleh orang, bahkan hanya individu-individu, dari 1000 orang, hanya satu orang
saja yang mampu memutus hawa nafsunya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Berjuanglah agar
mati di sisiNya Azza wa-Jalla. Berjuanglah agar dirimu mati sebelum engkau
mati. Hiburlah dengan kesabaran dan perlawanan terhadap dirinya. Dalam waktu
dekat kesabarannya akan memujinya. Kesabaran itu dibatasi waktu dunia,
sedangkan balasan atas kesabaran tidak pernah sirna. Aku sabar, dan aku melihat
dampaknya, sangatlah positif terpuji. Aku mati, kemudian Dia menghidupkan aku,
kemudian mematikanku. Aku hilang dari diriku, kemudian Dia menemukanku, lalu
menghilangkanku, lalu aku sirna besertaNya, dan maujud denganNya. Aku berjuang
untuk tidak memilih dan berkhasrat sampai sukses, hingga takdir membimbingku
dan anugerahNya menolongku, tindakanNya menggerakkanku, kecemburuanNya
melindungiku, hasratNya memberikan kepatuhanku padaNya, serta kehendakNya yang
dahulu mendahului kehendakku, Allah azza wa-Jalla mengangkat derajatku.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Anak-anak sekalian…Anda
lari dariku, sedangkan aku gurumu. Jagalah posisimu di hadapanku, jika tidak,
anda akan hancur. Hai orang yang menempuh, datanglah dulu kepadaku, baru datang
ke Baitullah. Akulah pintu Ka’bah, kemarilah, aku ajari bagaimana haji yang
benar, di mana anda bicara dengan Yang Punya Ka’bah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Anda pun bakal
tahu, ketika debu-debu tampak, maka duduklah, dan berpeganglah pada kendali
yang ada padaku, karena aku diberi kekuatan oleh Allah Azza wa-Jalla.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Kaum sufi telah
memerintahkan kalian atas apa yang diperintah Allah Azza wa-Jalla dan melarang
kalian atas apa yang dilarang oleh Allah Azza wa-Jalla. Mereka benar-benar
telah memberikan nasehat padamu, dan mereka menyampaikan amanah itu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Beramalah di
negeri hikmah sampai kalian pada negeri Qudrat. Dunia adalah negeri hikmah, dan
akhirat adalah negeri Qudrat. Hikmah membutuhkan piranti dan alat, sebab
akibat, sedangkan Qudrat tidak butuh semua itu. Allah melakukan semua itu demi
membedakan antara Darul Hikmah (dunia) dan Darul Qudrat (akhirat). Akhirat itu
bangunan tanpa sebab, yang bicara pada ragamu dan yang melihat amalmu atas
kemaksiatan-kemaksiatanmu kepada Allah Azza wa-Jalla.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Di hari kiamat
nanti segala tirai tersingkap dan segala tirai yang menutupimu terbuka,
terserah anda semua. Tak seorang pun masuk neraka kecuali dengan hati yang beku
karena banyaknya tumpukan alasan. Bacalah Kitab dan Sunnahmu dengan fikiranmu,
lalu tobatlah dari keburukan dan bersyukurlah atas kebajikan-kebajikan.
Batasilah catatan kemaksiatanmu dan timpahkan di lembarannya dengan pukulan
taubat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Anak-anak
sekalian…Kalian telah tumbuh di tanganku, jika kalian tidak menerima apa yang
aku ucapkan, kalian tidak meraih manfaat dariku. Anda hanya melihat rupa tapi
kehilangan makna. Siapapun yang berguru padaku haruslah menerima apa yang aku
ucapkan dan mengamalkan. Jika tidak jangan berguru padaku, karena bakal merugi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Aku telah
menyajikan sajian di meja, tak seorang pun mau memakannya! Pintu sudah terbuka
tak seorang pun memasukinya. Akh! Apa yang kulakukan padamu? Apa yang kukatakan
padamu? Berapa kali aku bicara dan kalian tidak mendengar! Aku hanya demi
kalian, bukan demi diriku. Aku tidak takut kalian, tidak berharap kalian, tidak
kubedakan antara negeri kemakmuran maupun kerobohan, antara yang hidup dan
mati, antara yang kaya dan miskin, antara raja dan budak. Semuanya ada di
Tangan Allah azza wa-Jalla.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ketika cinta
dunia keluar dariku, mak aku benar, lalu bagaimana tauhid anda benar sedang di
hatimu ada cinta dunia. Tidakkah anda dengar sabda Nabi saw:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">“Cinta dunia itu
adalah pangkal segala kesalahan.” (Takhrij az-Zubaidy)</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Sepanjang anda
memulai, membiasakan, mencari, menempuh jalan menuju Allah, maka sepanjang itu
pula cinta dunia sebagai pangkal kesalahan. Jika anda telah sampai pada kedekatan dengan Allah swt, anda pun senang
dengan bagian seberapa pun di dunia, anda tidak suka jika mendapatkan bagian
yang diberikan pada selain dirimu. Rasa cinta itu didasari oleh pengetahuan
anda bahwa Allah Azza wa-Jalla telah menakdirkan padamu, dan anda menerima
dengan suka cita, sama sekali tidak menerima yang lainnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Bagimana anda
bisa menoleh ke yang lain sedangkan hati anda ada di hadapanNya Azza wa-Jalla
sebagaimana ahli syurga dalam syurganya? Semua yang berjalan pada diri anda adalah dari Allah Azza
wa-Jalla Sang Kekasih, karena anda menghendaki melalui kehendakNya, dan memilih
melalui pilhanNya, yang beredar melalui KekuasaanNya, sementara seluruh hal
selain Allah Azza wa-Jalla putus dari hatimu, maka dunia dan akhirat tunduk
padamu, dan yang anda raih adalah bagian dariNya, cintamu bukan pada sesuatu
darimu tetapi dariNya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Orang munafiq
yang suka pamer, dan suka kagum pada amalnya sendiri itu, tetap saja puasa
siang hari dan tahajud malam hari, makan makanan kasar, berpakaian sahaya,
padahal batin dan lahirnya gelap. Tak satupun kakinya melangkah kepada Tuhannya
Azza wa-Jalla, dan dia tergolong orang
yang bekerjakeras namun penuh kepayahan. Di mata kaum pilihan Shiddiqun dan
Washilun rahasia batinnya tampak semuanya. Hari ini mereka bisa dilihat kaum
khawash (kalangan khusus ruhani) dan esok di akhirat semuanya akan melihatnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Kaum khawash
melihatnya dengan hatinya, namun mereka menutupinya dengan Tirai Allah Azza
wa-Jalla. Kemunafikan anda semua jangan dibaur dengan kaum sufi, sepanjang anda
tidak mau menyingkirkan jiwa munafiqmu. Tak ada nasehat bagimu sepanjang anda
tidak memutuskan ikatan kemunafikan itu, sepanjang anda tidak memperbarui
Islammu, mewujudkan taubatmu, keluar dari rumah watakmu, hawa nafsumu, wujud
eksistensimu dan menarik manfaat serta meninggalkan bahaya darimu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Sedangkan anda
membiarkan hati anda di lorong sempit, membiarkan batinmu dalam pengkhianatan
di hadapan Tuhan. Segeralah kembali pada fondasi, lalu membangun. Asasnya
adalah faham agama. Faham qalbu bukan faham wacana. Faham dalam qalbu
mendekatkan diri anda pada Allah Azza wa-Jalla, sedangkan faham menurut wacana
hanya mendekatkan diri anda kepada makhluk dan penguasanya. Faham dalam qalbu
membiarkan dirimu berada dalam majlis taqarrub kepada Allah Azza wa-Jalla,
mendekatkan langkahmu menuju Tuhanmu Azza wa-Jalla.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Celaka anda ini.
Anda menelantarkan dirimu dalam zaman di mana anda mencari ilmu tapi tidak
mengamalkan. Anda pada pijakan kebodohan karena anda berbakti pada musuh-musuh
Allah Azza wa-Jalla, musyrik bersama mereka. Padahal Allah Ta’ala tidak butuh dirimu,
atas apa yang anda jadikan tuhan selain Dia. Allah tidak mau menerima
kemusyrikanmu. Apakah anda ini tidak tahu bahwa anda adalah budak yang
dikendalikan olehNya?</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Bila anda mau
bahagia, tinggalkan kendali di hatimu, demi kendali di Tangan Al-Haq Azza
wa-Jalla, bertawakkal padaNya secara total lahir dan batin. Jangan curiga
kepadaNya Azza wa-Jalla, karena Dia tidak bisa dicurigai, sebab Dialah yang
lebih tahu kemaksiatanmu dibanding anda. Dia Maha Tahu dan anda tidak tahu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Seharusnya anda
diam di hadapanNya, bersembunyi dan bersunyi diri hingga datang kepadamu izin
dariNya untuk bicara. Maka anda pun bicara bersamaNya, bukan bersama diri anda.
Ucapanmu menjadi obat bagi hati yang lara, dan obat bagi rahasia batin,
sekaligus pencerah bagi akal.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">“Ya Allah
cahayailah hati kami, tunjukkan padaMu, dan bersihkan rahasia batinku, dan
dekatkanlah padaMu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ya Tuhan
berikanlah kami kebajikan di dunia, dan kebajikan di akhirat, dan lindungilah.</span></div>Masjid Nurul Ikhwanhttp://www.blogger.com/profile/06810879062964218925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5231203373731660894.post-33581232315321128752012-01-08T08:22:00.000-08:002012-01-08T08:32:02.238-08:00Kefakiran<span style="text-align: justify;">Allah Swt
berfirman:</span><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">“(Infaq itu)
untuk orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah; mereka tidak
dapat (berusaha) di bumi; orang yang tidak tahu menyangka mereka orang kaya
karena (mereka) memelihara diri dari meminta-minta. Kamu kenal mereka dengan
melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak Dan
apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (Q.s. Al-Baqarah: 273).</span></div>
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Diriwayatkan
oleh Abu Hurairah bahwa Nabi saw telah bersabda : </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">“Orang-orang
miskin akan memasuki surga limaratus tahun sebelum orang-orang kaya. (Limaratus
tahun itu) sama dengan setengah hari (surga).” (H.r. Tirmidzi).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Diriwayatkan
oleh Abdullah bin Mas’ud r.a. bahwa Rasulullah saw telah bersabda:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">“Orang miskin
itu bukanlah dia yang berkeliling ke sana kemari dengan harapan diberi orang
sesuap dua suap, sebutir atau dua butir kurma. “ Seseorang bertanya, “Kalau
begitu, siapakah orang miskin itu wahai Rasulullah?” Nabi saw menjawab, “Dia
adalah orang yang tidak menemukan kepuasan atas kekayaannya, dan malu minta
manusia, tidak pula orang banyak mengetahui hal ihwal mereka hingga mereka bisa
diberi sedekah.” (H.r. Ahmad).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Syeikh Abu Ali
ad-Daqqaq berkomentar, tentang ucapan Nabi saw, “dan malu meminta,”artinya
adalah bahwa mereka malu kepada Allah swt. untuk meminta-minta dari orang
banyak, bukan malu kepada manusia.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Kefakiran adalah
simbol para wali dan hiasan para Sufi, pilihan Allah swt. pada orang takwa
pilihan dan para Nabi. Sedangkan para Sufi fakir merupakan pilihan Allah swt.
bagi hamba-hamba-Nya. Mereka adalah pengemban rahasia-rahasia-Nya di antara
para hambaNya, yang dengan mereka Dia menjaga para makhluk dan dengan
keberkatan mereka rezeki disebarkan di kalangan manusia.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Orang-orang
fakir yang sabar akan menjadi sahabat-sahabat Allah swt. pada Hari Kebangkitan,
seperti dikatakan dalam hadis riwayat Umar bin Khathab r.a, yang mengatakan
bahwa Rasulullah saw telah bersabda, “Segala sesuatu ada kuncinya, dan kunci
surga adalah mencintai orang-orang miskin. Kaum fakir yang sabar akan menjadi
sahabat-sahabat Allah Swt. pada Hari Kebangkitan.” (H.r. Ibnu Laal, dari Ibnu
Umar).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Diceritakan
bahwa seorang laki-laki membawa.kan uang sebanyak sepuluh ribu dirham kepada
Ibrahim bin Adham, tetapi Ibrahim tidak menerimanya dan berkata, “Engkau mau
menghapus namaku dari daftar orang-orang miskin dengan uang sepuluh ribu
dirham! Aku tidak akan menerimanya!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Mu’adz an-Nasafi
menegaskan, “Allah tidak pernah membinasakan suatu kaum, apa pun kejahatan yang
mereka lakukan, kecuali jika mereka merendahkan dan menghina kaum miskin.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">“Dikatakan,
manakala para fakir tidak memiliki kebajikan lain dalam pandangan Allah selain
keinginan mereka agar rezeki dilimpahkan dan dimurahkan di kalangan kaum
Muslimin, niscaya itu sudah cukup bagi mereka, sebab mereka perlu membeli
barang-barang dan orang-orang kaya perlu menjualnya. Begitulah halnya dengan
kaum miskin yang awam, maka bagaimana pula halnya dengan kaum yang terpilih di
kalangan mereka?</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ketika Yahya bin
Mu’adz ditanya tentang kefakiran, dia menjawab, “Hakikat kefakiran adalah bahwa
seseorang tidak butuh lagi selain Allah, clan tanda kefakiran adalah tidak
adanya harta benda.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ibrahim
al-Qashshar mengatakan, “Kefakiran adalah pakaian yang mewariskan ridha,
apabila fakir memakainya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Seorang fakir
dari Zauzan datang kepada Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq pada tahun 394 atau 395
Hijriyah. Dia memakai pakaian yang terbuat dari kain yang sangat kasar dan
kopiah dari kain yang sama. Salah seorang sahabat syeikh itu bertanya dengan
nada bergurau, “Berapa harga pakaianmu ini?” Dia menjawab, “Aku membayarnya
dengan dunia ini, dan akhirat ditawarkan kepadaku untuk ditukar dengannya. Tapi
aku tidak akan menjualnya dengan harta tersebut.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Syeikh Abu Ali
ad-Daqqaq menuturkan, “Suatu ketika seorang miskin mendatangi sebuah pertemuan
untuk meminta sedekah, seraya berkata, ‘Saya sudah tiga hari tidak makan.’
Salah seorang syeikh yang hadir di situ berkata, ‘Engkau dusta! Kemiskinan
adalah rahasia Tuhan. Dia tidak mempercayakan rahasia-Nya kepada orang yang
memamerkannya kepada siapa pun yang dikehendakinya’!”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Hamdun
al-Qashshar menyatakan, “Manakala iblis dan tentaranya berkumpul, mereka tidak
bergembira sebagaimana kegembiraan mereka yang disebabkan tiga hal: seorang
Muslim membunuh sesama Muslim, seseorang yang mati dalam keadaan kafir, dan
sebuah hati yang menyimpan ketakutan pada kemiskinan.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Al Junayd
berkata, “Wahai orang-orang fakir, kamu semua dijadikan terkenal oleh Allah
swt. dan dihormati karena-Nya. Tetapi perhatikanlah bagaimana keadaanmu
manakala kamu berada sendirian bersama-Nya.” Al-Junayd ditanya, “Keadaan
manakah yang lebih baik: miskin dan bergantung pada Tuhan, ataukah dijadikan
kaya oleh-Nya?” Dia menjauvab, “Jika kemiskinan seseorang adalah shahih,
maka kekayaannya adalah shahih di
sisi-Nya. Jika kekayaannya di sisi-Nya adalah shahih, maka kemiskinan dan
ketergantungannya pada-Nya juga tersempurnakan. Janganlah bertanya, ‘Manakah yang
lebih baik?’ sebab keduanya. adalah keadaan yang salah satunya tidak akan
lengkap tanpa yang lain.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ruwaym ditanya
tentang tanda seorang miskin, “Miskin berarti menyerahkan jiwa kepada
ketentuan-ketentuan Allah swt.” Dikatakan pula bahwa ada tiga tanda seorang
miskin: dia melindungi batinnya, dia melaksanakan kewajiban-kewajiban
agamanya,dia menyembunyikan kemiskinannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Seseorang
bertanya kepada Abu Sa’id al-Kharraz, “Mengapa kemurahan hati orang kaya tidak
sampai kepada orang miskin?” Dia menjawab, “Karena tiga alasan: kekayaan mereka
didapatkan dengan jalan yang tidak halal, mereka tidak dimampukan untuk memberi
sedekah, dan penderitaan orang miskin itu memang dikehendaki. ” Dikatakan bahwa
Allah swt. mewahyukan kepada Musa as, “Jika engkau berjumpa dengan orang-orang
miskin, tanyakanlah tentang mereka seperti engkau tanyakan kepada orang-orang
kaya. Jika hal itu tidak engkau lakukan, maka campakkanlah ke tanah semua yang
telah Ku ajarkan kepadamu.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Diriwayatkan
bahwa Abu Darda’ menegaskan, “Aku lebih suka jatuh dari tembok istana dan remuk
daripada duduk bersama orang kaya, karena aku mendengar Rasulullah saw
bersabda:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">‘Waspadalah
untuk duduk-duduk bersama orang mati!’ Seseorang bertanya, ‘Siapa orang mati
itu?’ Beliau menjawab, ‘Orang-orang kaya.’ (H.r. Tirmidzi dan Hakim).”2’</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Seseorang berkata
kepada ar-Rabi’ bin Khaitsam, “Harga-harga telah naik!” Dia menjawab, “Kita
tidak berharga untuk dibuat lapar oleh Allah. Dia hanya melakukan hal itu pada
wali-wali-Nya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">‘Dalam riwayat
-Tirmidzi (kata aghniya’ sebagai ganti kata mauta) dalam bab al-Libas. Dan
beliau menganggapnya hadis dha’if. Namun menurut al-Hakim, hadis tersebut
shahih.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ibrahim bin
Adham mengatakan, “Kami meminta kemiskinan tapi diberi kekayaan; orang lain
meminta kekayaan tapi kemiskinan datang kepada mereka.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Seorang laki-laki
bertanya kepada Yahya bin Mu’adz, “Apakah kemiskinan itu?” Dia berkata, “Takut
pada kemiskinan itu sendiri.” Orang itu bertanya lagi, “Lantas, apa kekayaan
itu?” Dia menjawab, “Rasa aman di sisi Allah swt.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ibnul Kurainy
berkata, “Orang miskin yang sejati menjauhi kekayaan agar kekayaan tidak
mendatanginya dan merusak kemiskinannya, sebagaimana halnya orang kaya menjauhi
kemiskinan agar kemiskinan tidak mendatanginya dan merusak kekayaannya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Abu Hafs
ditanya, “Dengan cara apa orang miskin mendekati Allah swt.?” Dia menjawab,
“Orang miskin tidak memiliki apa-apa selain kemiskinannya yang dengan
kemiskinan itu dia mendekati Allah swt.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Allah swt.
mewahyukan kepada Musa as, “Maukah engkau memperoleh pahala amal kebajikan yang
setara dengan pahala seluruh ummat manusia di Hari Kiamat nanti?” Musa
menjawab, “Ya.”Allah swt. berfirman, “Kunjungilah orang sakit dan pastikanlah
bahwa orang-orang miskin punya pakaian.”Musa lalu menyisihkan tujuh hari setiap
bulan untuk mengunjungi orang-orang miskin dan memeriksa pakaian mereka serta
mengunjungi orang sakit.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Sahl bin
Abdullah menyatakan, “Ada lima mutiara jiwa: seorang miskin yang berpura-pura
kaya, seorang lapar yang berpura-pura kenyang, seorangyang bersedih yang
berpura-pura bahagia, seseorang yang punya musuh tapi memperlihatkan kecintaan
terhadapnya, seseorangyang berpuasa di siang hari dan bangun di malam hari
tanpa memperlihatkan. kelelahan.”,</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Bisyr ibnul
Harits berkata, “Maqam yang paling baik adalah maqam keyakinan yang kokoh dalam
kesabaran melalui kemiskinan sampai masuk liang lahat.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Dzun Nuun
mengatakan, “Satu tanda kemurkaan Allah kepada seorang hamba adalah bahwa si
hamba merasa takut kepada kemiskinan.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Asy-Syibly
berkomentar, “Tanda kemiskinan yang paling kecil adalah jika seluruh kekayaan
dunia ini diberikan kepada seseorang dan kemudian disedekahkannya sampai habis
dalam waktu satu hari, tetapi kemudian terlintas dalam pikirannya untuk
menyimpan hartanya bagi esok harinya. Yang demikan itu tidak bisa dianggap
benar dalam kemiskinannya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Syeikh Abu Ali
ad-Daqqaq berkata, “Orang bertanya mana yang lebih baik: kemiskinan ataukah
kekayaan. Menurut pendapatku, yang paling balk adalah bahwa seseorang diberi
rezeki yang cukup untuk menghidupinya dan dia lalu menjaga dirinya dalam batas
tersebut.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ibnul Jalla’
ditanya tentang kemiskinan. Dia diam saja, kemudian mengundurkan diri dan
pergi. Sesaat kemudian dia kembali dan berkata, “Aku punya empat keping mata
uang itu. Aku malu kepada Allah swt. untuk membicarakan kemiskinan.” Kata Ibnul
Jalla’, “Kemudian aku pergi dan mengeluarkan uang itu. Barulah aku berbicara
tentang kemiskinan.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ibrahim ibnul
Muwallad berkata, “Aku bertanya kepada Ibnul Jalla’, ‘Kapankah orang-orang
miskin patut disebut miskin? Dia menj awab, ‘Jika tak ada lagi sesuatu pun
darinya yang tersisa padanya.’ Ibrahim bertanya, ‘Bagaimana bisa begitu?’ Dia
menjawab, ‘Jika dia memilikinya, berarti dia tidak memiliki kemiskinan. Tapi
jika dia tak lagi memilikinya, berarti dia memiliki sebutan kemiskinan itu’.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Dikatakan bahwa
keadaan miskin yang benar adalah jika si miskin tidak merasa puas dengan aspek
mana pun dari kemiskinannya selain dengan Dia yang dibutuhkannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Abdullah ibnul
Mubarak menyatakan, “Membuat diri sendiri tampak kaya sedangkan la dalam
keadaan miskin, adalah lebih baik daripada kemiskinan.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Banan al-Mishry
menuturkan, “Suatu ketika aku sedang duduk-duduk di Mekkah, dan seorang pemuda
berada di depanku. Seorang laki-laki datang kepadanya dengan membawa sebuah
pundi-pundi berisi uang dan meletakkannya di hadapan pemuda itu. Pemuda itu
berkata, ‘Aku tak membutuhkannya.’ Orang itu berkata, ‘Kalau begitu,
bagi-bagikanlah kepada orang-orang miskin.’ Petang harinya kulihat pemuda itu
ada di lembah sedang mengemis. Aku bertanya, Alangkah baiknya jika engkau
menyimpan sedikit dari uang tadi untuk dirimu sendiri.’ Dia menjawab, ‘Siapa
yang tahu kalau aku masih akan terus hidup sampai petang ini’?”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Abu Hafs
berkata, “Cara yang paling baik bagi seorang hamba untuk menemui Tuhannya
adalah dengan terus-menerus fakir kepada-Nya dalam setiap keadaan, mematuhi
Sunnah dalam semua amal perbuatan, dan mencari rezeki dengan jalan yang halal.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Al-Murta’isy
berkomentar, “Yang paling baik adalah bahwa cita-cita orang miskin itu tidak
melampaui langkah-langkahnya.” Ahmad bin Muhammad ar-Rudzbary menuturkan, “Ada
empat orang yang merupakan model manusia pada masa mereka. Yang pertama, yaitu
Yusuf bin Asbat, tidak mau menerima pemberian apa -pun dari saudara-saudaranya
ataupun dari penguasa. Dia mewarisi uang sebanyak tujuh puluh ribu dirham dari
saudara laki-lakinya tapi dia tak mau menerima satu sen pun darinya. la hidup
dengan menjual daun kurma. Yang kedua, Abu Ishaq al-Fazzary, mau menerima
pemberian dari saudara-saudaranya ataupun dari penguasa. Pemberian itu
dihabiskannya untuk kebutuhan orang-orang miskin yang kemiskinannya tersembunyi
dan yang tidak meminta-minta sedekah. Adapun pemberian dari penguasa, maka itu
diberikannya kepada orang-orang yang patut menerimanya di kalangan warga
Tarsus. Yang ketiga,Abdullah bin Mubarak, mau menerima pemberian dari
saudara-saudaranya, lalu dibagi-bagikannya kepada orang lain secara adil,
tetapi ia tidak mau menerima dari penguasa. Yang keempat, Makhlad bin
al-Hussian, mau menerima pemberian dari penguasa, tapi tidak dari
saudara-saudaranya. Dia mengatakan, ‘Penguasa tidak menganggap ada orang yang
wajib untuk diberi, sedangkan saudara-saudara menganggap ada’.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Syeikh Abu Ali
ad-Daqqaq - semoga Allah swt. merahmati - berkata, “Ada sebuah hadis yang
mengatakan, ‘Orang yang merendahkan diri di hadapan orang kaya dikarenakan
kekayaannya, berarti dia telah kehilangan dua pertiga agamanya.’ Ini disebabkan
karena seorang manusia terdiri dari hati, lidah dan nafsu. Jika dia merendahkan
diri dengan nafsu dan lidahnya, maka dia kehilangan dua pertiga agamanya.
Tetapi jika dia merendahkan diri di hadapan orang kaya itu dengan hatinya juga,
maka dia kehilangan seluruh agamanya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Dikatakan,
“Seorang miskin dalam menjalani kemiskinannya dituntut paling tidak agar dia
memiliki empat hal: ilmu yang akan menjadi pertimbangannya, sikap zuhud yang
akan mengendalikan dirinya, keyakinan yang akan menguatkan imannya, dan dzikir
yang akan membawakan kegembiraan jiwanya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Dikatakan juga,
“Orang yang menginginkan kemiskinan untuk kemuliaannya, ia mati dalam keadaan
fakir. Barangsiapa ingin miskin agar tidak disibukkan dengan selain Allah, akan
mati dalam keadaan kaya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Al-Muzayyin
menyatakan, “Berbagai jalan kepada Allah swt. lebih banyak daripada bintang di
langit. Tetapi sekarang tak satu pun diantaranya yang tersisa selain kemiskinan,
dan kemiskinan adalah jalan yang terbaik di antara jalan jalan itu.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ketika ditanya
tentang hakikat kemiskinan, asy-Syibly menjawab, “Hakikat kemiskinan adalah
bahwa si hamba tidak merasa puas selain Allah swt.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Manshur bin
Khalaf al-Maghriby menuturkan, “Abu Sah1 al-Khasysyab al-Kabir mengatakan
kepadaku, ‘Kemiskinan adalah kemiskinan dan kehinaan.’ Aku menjawab, ‘Bukan,
justru katakan, ‘Kemiskinan adalah kemiskinan dan kemuliaan.’ Dia balik
berkata, ‘Kemiskinan dan lumpur.’ Aku membalas, ‘Bukan, kemiskinan dan tahta
Ilahi’.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Syeikh Abu All
ad-Daqqaq berkomentar tentang hadis Nabi saw.:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">“Hampi-hampir
kefakiran itu menjadi kekufuran.” (H.r. Abu Nu’aim dan Thabrani).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Maka Syeikh
mengatakan, “Bahaya yang bisa timbul dari sesuatu adalah berbanding terbalik
dengan manfaat dan kebajikan yang terkandung di dalamnya. Apa pun yang sangat
bermanfaat dalam dirinya sendiri, mengandung bahaya yang paling besar pada sisi
lainnya. Begitulah halnya dengan iman. Karena ia adalah sifat yang paling baik,
maka kebalikannya adalah kekafiran. Karena bahaya yang terkandung dalam
kemiskinan adalah bahwa ia bisa menjadi kufur kepada Allah swt, menunjukkan
bahwa kemiskinan adalah sifat yang paling mulia.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Al Junayd
mengajarkan, “Jika engkau bertemu dengan seorang miskin, hadapilah dia dengan
budimu, bukan dengan ilmumu. Kebaikan budi akan mendekatkannya, sedang ilmu
akan menakutkannya.” Saya bertanya, “Wahai Abul Qasim, apakah ilmu benar-benar
menjauhkan orang miskin?” Dia menjawab, “Ya. Jika si orang miskin bersikap
benar dalam kemiskinannya, dan engkau mencurahkan ilmumu kepadanya, maka ilmumu
itu akan meleleh seperti melelehnya timah kena api’.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Mudzaff’ar
al-Qurmisainy berkata, “Orang miskin adalah orang yang tak membutuhkan suatu
kebutuhan dirinya kepada Allah swt.” Ucapan ini mempunyai makna yang
samar-samar jika dipahami oleh orang yang tak memahami tujuan sang Sufi. Ucapan
ini semata-mata menunjukkan dihentikannya mengajukan tuntutan, berakhirnya
pilihan, dan ridha terhadap apa pun yang ditakdirkan Allah swt.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Abdullah bin
Khafif mengatakan, “Kemiskinan berarti tidak memiliki harta benda dan
meninggalkan aturan-aturan manusiawi.” Abu Hafs berkata, “Kemiskinan tidaklah
sempurna bagi siapa pun sampai dia lebih mengutamakan memberi daripada
menerima. Kemurahan hati bukanlah orang yang berpunya memberi kepada yang tidak
punya, melainkan orang yang tidak berpunya memberi kepada orang yang punya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ibnul Jalla’
menegaskan, “Seandainya tidak karena adanya tujuan lebih agung dalam tawadhu’,
niscaya akan menjadi cara orang miskin untuk berjalan dengan sikap penuh
kebanggaan.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Yusuf bin Asbat
berkata, “Selama empat puluh tahun aku hanya memiliki dua lembar baju.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Salah seorang
Sufi menuturkan, ‘Aku melihat seolah-olah Hari Kiamat sudah tiba. Sebuah suara
mengatakan, ‘Bawalah Malik bin Dinar dan Muhammad bin Wasi’ ke dalam surga.’</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Maka aku
perhatikan siapa di antara keduanya yang lebih dahulu masuk, dan ternyata orang
itu adalah Muhammad bin Wasi’. Ketika aku bertanya mengapa dia didahulukan,
dijelaskan kepadaku, ‘Dia hanya memiliki selembar baju, sedangkan Malik dua’.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Muhammad
al-Masuhy berkata, “Orang miskin adalah orang yang tidak membutuhkan terhadap
sesuatu pun bagi dirinya dari harta benda duniawi.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Sahl bin
Abdullah ditanya, “Kapankah orang miskin bisa beristirahat?” Dia menjawab,
“Jika dia tidak mengharapkan apa pun bagi dirinya sendiri selain dari saat
kekiniannya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Di hadapan Yahya
bin Mu’adz, orang-orang Sufi berdiskusi soal kefakiran dan kekayaan, dia
berkata, “Bukanlah kemiskinan atau kekayaan yang memiliki bobot di Hari
Perhitungan. Hanya kesabaran dan syukurlah yang akan ditimbang. Jadi kelak akan
dikatakan, ‘Orang ini bersyukur, atau orang ini bersabar’.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Dikatakan,
“Allah swt. mewahyukan kepada sebagian para Nabi-Nya, ‘Jika kamu ingin
mengetahui ridha-Ku padamu, maka lihatlah bagaimana ridhanya si fakir
kepadamu’.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Abu Bakr bin
Nashr az-Zaqqaq berkata, “Orang yang tidak punya rasa takut kepada Allah swt.
bersama dengan kemiskinannya berarti seluruh makanan yang dikonsumsinya
benar-benar makanan haram.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Dikatakan bahwa
orang-orang miskin di pengajian-pengajian Sufyan ats-Tsaury adalah laksana para
pangeran. Abu Bakr bin Thahir menyatakan, “Di antara aturan-aturan orang miskin
adalah bahwa dia tidak punya keinginan, kalaupun dia berkeinginan juga, jangan
sampai keinginannya melebihi kebutuhannya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ibnu Atha’
membacakan syair untuk para Sufi:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Mereka berkata,
esok adalah hari raya. </span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US">Apa yang akan kau
pakai? Kukatakan, </span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US">Jubah kehormatan yang
diberi-Nya</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US">yang mencurahkan cinta dengan penuh kemurahan hati. Kemiskinan dan
kesabaran,</span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US">adalah pakaianku yang di bawahnya ada satu hati bagi kekasihnya,
yaitu hari Jum’at dan hari Raya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Pakaian yang
paling layak untuk menemui Kekasih pada hari ziarah adalah pakaian yang
dicintai-Nya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Tahun-tahun
penuh berkabung bagiku </span><span lang="EN-US"> </span><span lang="EN-US">jika Kau tak ada,
wahai Harapanku,Hari Raya adalah hari ketika aku melihat dan mendengar
suara-Mu. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ketika ditanya
tentang orang miskin sejati, Abu Bakr al-Mishry menjawab, “Dia adalah orang
yang tidak memiliki sesuatu dan tidak pula berkeinginan memiliki sesuatu.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Dzun Nuun
al-Mishry berkata, “Aku lebih menyukai rasa fakir kepada Allah swt. secara
langgeng, dibanding memasuki dunia Sufi dengan penuh takjub.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Abu Abdullah
al-Hushry menuturkan, “Abu Ja’far al-Haddad bekerja selama dua puluh tahun,
dengan penghasilan satu dinar setiap hari. Uang itu dibelanjakannya untuk
orang-orang miskin sementara dia sendiri berpuasa; setelah itu dia akan
berkeliling mencari sedekah setelah shalat maghrib untuk berbuka puasa.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">An-Nury
menyatakan, “Tanda seorang miskin adalah kerelaan manakala dia tidak punya
apa-apa dan memberi dengan murah hati manakala dia punya banyak rezeki.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Muhammad bin All
al-Kattany berkata, “Ada seorang pemuda bersama kami; di Mekkah yang memakai
pakaian kum’al dan bertambal-tambal. Dia tidak pernah ikut serta dalam
percakapan kami ataupun duduk bersama kami. Dalam hati aku sangat merasa sayang
kepadanya. Suatu ketika aku diberi uang dua ratus dirham dari sumber yang
halal. Uang itu kubawa kepadanya, ‘Uang ini telah datang kepadaku dari sumber
yang halal. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Belanjakanlah
untuk keperluanmu.’ Seraya memandang kepadaku dengan sikap merendahkan, dia
mengungkapkan apa yang selama itu tidak kuketahui, ‘Saya membeli kesempatan
untuk bisa duduk bersama Allah swt. dalam pengabdian yang leluasa ini dengan
harga tujuhpuluh ribu dinar dari harta benda dan kebun-kebun saya. Sekarang
Anda hendak menyesatkan saya dari keadaan saya sekarang ini dengan uang itu ke
tanah.’ Ia lalu berdiri dan menolaknya. Aku duduk dan mengumpulkan uang itu
dari tanah. Belum pernah aku menyaksikan kegagahan seperti kegagahan pemuda itu
ketika dia berjalan pergi, ataupun kehinaan seperti kehinaanku ketika aku
mengumpulkan uang itu.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Abu Abdullah bin
Khafif mengatakan, “Aku belum pernah diwajibkan membayar zakat fitrah pada
akhir bulan Ramadhan selama empat puluh tahun, sementara aku diterima dengan
penuh penghormatan di kalangan kaum terpilih maupun kaum awam.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ketika ad-Duqqy
ditanya tentang perilaku buruk di kalangan para fakir di hadapan Allah dalam,
urusan-urusan mereka, dia berkata, “Perilaku buruk itu adalah kejatuhan mereka
dari upaya mencari hakikat menjadi upaya mencari ilmu.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Khayr an-Nassaj
menuturkan, “Aku memasuki sebuah masjid dan kulihat ada seorang fakir di situ.
Ketika dia melihatku, dipegangnya bajuku sambil memohon, ‘Wahai syeikh,
kasihanilah aku, karena penderitaanku sangat besar!’ Aku bertanya, Apa yang kau
derita?’ Dia menjawab, Aku telah tidak lagi diberi cobaan, dan selalu dalam
keadaan sehat walafiat!’ Aku memandangnya, tiba-tiba la telah dibukakan sedikit
dari harta dunia.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Abu Bakr
al-Warraq berkata, “Berbahagialah orang yang miskin di dunia dan di akhirat.”
Ketika ditanya apa maksud perkataannya itu, dia menjawab, “Penguasa di dunia
ini tidak menuntut pajak darinya, dan Yang Maha Kuasa di akhirat tidak membuat
hisab dengannya.” </span></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<br /></div>
<div align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;">
<span lang="EN-US">---(ooo)---</span></div>Masjid Nurul Ikhwanhttp://www.blogger.com/profile/06810879062964218925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5231203373731660894.post-56914619376601142412012-01-08T08:16:00.000-08:002012-01-08T08:31:46.088-08:00Keutamaan Dzikir<b style="text-align: justify;"><span lang="EN-US">Keutamaan Dzikir "Allahu Akbar"</span></b><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Begitu pula
"Allahu akbar", yang di dalamnya ada lima perspektif :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Pertama: Dalam
"Allahu Akbar" ada penyebutan Allah Ta'ala pada diriNya Sendiri,
pentauhidan, pengagungan dan penghormatan atas keagunganNya, yang lebih agung
dan lebih besar dibanding penyebutan makhlukNya yang lemah, sangat butuh, dan
pentauhidan makhluk kepadaNya. Karena Allah swt-lah Yang Maha Mencukupi dan
Maha Terpuji.</span></div>
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Kedua: Dzikir
dengan Nama tersebut lebih agung dibanding dzikir dengan Asma'-asma'Nya yang
lain.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ketiga: Bahwa
Dzikirnya Allah Ta'ala pada hambaNya di zaman Azali sebelum hambaNya ada,
adalah Dzikir teragung dan terbesar, yang menyebabkan dzikirnya hamba saat ini.
Dzikirnya Allah Ta'ala tersebut lebih dahulu, lebih sempurta, lebih luhur, lebih
tinggi, lebih mulia dan lebih terhormat. Dan Allah Ta'ala berfirman : </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">"Niscaya
Dzikirnya Allah itu lebih besar."</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Keempat:
Sebenarnya mengingat Allah swt, di dalam sholat lebih utama dan lebih
besar dibanding mengingatNya di luar
sholat. Menyaksikan (musyahadah) pada Allah Ta'ala (Yang Diingat) di dalam
sholat lebih agung dan lebih sempurna serta lebih besar ketimbang sholatnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Kelima: Bahwa
mengingat Allah atas berbagai nikmat yang agung dan anugerah mulia, serta
doronganNya kepadamu melalui ajakanNya kepadamu agar taat kepadaNya, adalah
nikmat paling besar dibanding dzikir anda kepadaNya, dengan mengingat
nikmat-nikmat itu, karena anda semua tidak akan pernah mampu mensyukuri
nikmatNya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Karena itu Nabi
Muhammad saw, bersabda: "Aku tidak mampu memuji padaMu, Engkau,
sebagaimana Engkau memujiMu atas DiriMu."</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Artinya,
"aku tidak mampu," padahal beliau adalah makhluk paling tahu, paling
mulia, dan paling tinggi derajatnya dan paling utama. Justru Nabi saw,
menampakkan kelemahannya, padahal beliau adalah paling tahu dan paling ma'rifat
- semoga sholawat dan salam Allah melimpah padanya dan keluarganya -.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Setelah kita
mentauhidkan Allah swt, yang dinilai lebih agung ketimbang sholat, sehingga
sholat menjadi rukun islam yang kedua. Dalam sabda Rasulullah saw:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">"Islam
ditegakkan atas lima: Hendaknya menunggalkan Allah dan menegakkan sholat…
dst". Takbiratul Ihram dijadikan sebagai pembukanya, Allahu Akbar.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Allah tidak
menjadikan salah satu Asma-asma'Nya yang lain, untuk Takbirotul Ihrom, kecuali
hanya Allahu Akbar. Karena Nabi saw, melarangnya , demikian juga untuk Lafadz
Adzan, tetap menggunakan Takbir tersebut, begitu pun setiap takbir dalam
gerakan sholat. Jadi Nama agung tersebut lebih utama dibanding Nama-nama
lainnya, lebih dekat bagi munajat-munajat, bukan hanya dalam sholat atau
lainnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Dalam hadits
disebutkan:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">"Aku berada
pada dugaan hambaKu apabila hamba berdzikir padaKu. Maka apabila ia berdzikir
kepadaKu dalam jiwanya, Aku mengingatnya dalam JiwaKu. Dan jika ia berdzikir
padaKu dengan kesendirianNya, maka Aku pun mengingat dengan KemahasendirianKu.
Dan jika ia berdzikir di tengah padang (keramaian) maka Aku pun mengingatnya di
keramaian lebih baik darinya."</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Allah swt.
Berfirman:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">"Dzikirlah
kepadaKu maka Aku berdzikir kepadamu."</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Hal yang
menunjukkan keutamaan dzikir dibanding sholat dari esensi ayat tersebut, yaitu
firman Allah swt:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">"Sesungguhnya
sholat itu mencegah keburukan dan kemungkaran."</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Yang walau
demikian merupakan dzikir teragung, namun Dzikir "Allah" itu lebih
besar daripada sholat dan dibanding setiap ibadah Abu Darda' meriwayatkan dari
Nabi saw, beliau bersabda :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">"Ingatlah,
maukah aku beri kabar kalian tentang
amal terbaikmu dan lebih luhur dalam derajatmu, lebih bersih di hadapan Sang
Rajamu, dan lebih baik bagimu ketimbang memberikan emas dan perak, dan lebih
baik ketimbang kalian bertemu musuhmu lalu bertempur di mana kalian memukul
leher mereka dan mereka pun membalas memukul lehermu?" Mereka menjawab,
"Ya, kami mau.." Rasulullah saw, bersabda, "Dzikrullah."</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Juga dalam
hadits yang diriwayatkan Mu'adz bin Jabal :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">"Tak ada
amal manusia mana pun yang lebih menyelamatkan baginya dari azdab Allah,
disbanding dzikrullah."</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Makna Dzikrullah
bagi hambaNya adalah bahwa yang berdzikir kepadaNya itu disertai Tauhid, maka
Allah mengingatnya dengan syurga dan pahala. Lalu Allah swt berfirman :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">"Maka Allah
memberikan balasan kepada mereka atas apa yang mereka katakana, yaitu syurga
yang mengalir sungai-sungai di bawahnya."</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Dengan dzikir
melalui Ismul Mufrad, yaitu "Allah", dan berdoa dengan ikhlas kepadaNya,
Allah swt berfirman :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">"Dan
apabila hambaKu bertanya kepadaKu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku Maha
Dekat…"</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Siapa yang
berdzikir dengan rasa syukurnya, Allah memberikan tambahan ni'mat berlimpah : </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">"Bila
kalian bersyukur maka Aku bakal menambah (ni'matKu) kepadamu…"</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Tak satu pun
hamba Allah yang berdzikir melainkan Allah mengingat mereka sebagai imbalan
padanya. Bila sang hamba adalah seorang 'arif (orang yang ma'rifat) berdzikir
dengan kema'rifatannya, maka Allah swt, mengingatnya melalui penyingkapan hijab
untuk musyahadahnya sang 'arif. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Bila yang
berdzikir adalah mukmin dengan imannya, Allah swt, mengingatnya dengan rahmat
dan ridloNya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Bila yang
berdzikir adalah orang yang taubat dengan pertaubatannya, Allah swt,
mengingatnya dengan penerimaan dan ampunanNya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Bila yang
berdzikir adalah ahli maksiat yang mengakui kesalahannya, maka Allah swt,
mengingatnya dengan tutup dan pengampunanNya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Jika yang
berdzikir adalah sang penyimpang dengan penyimpangan dan kealpaannya, maka
Allah swt mengingatnya dengan adzab dan laknatNya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Bila yang
berdzikir adalah si kafir dengan kekufurannya, maka Allah swt, mengingatnya
dengan azab dan siksaNya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Siapa yang
bertahlil padaNya, Allah swt, menyegerakan DiriNya padanya</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Siapa yang
bertasbih, Allah swt, membagusinya</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Siapa yang
memujiNya Allah swt, mengukuhkannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Siapa yang mohon
ampun padaNya, Allah swt mengampuninya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Siapa yang
kembali kepadaNya, Allah swt, menerimanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Kondisi sang
hamba itu berputar pada empat hal :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Pertama: Ketika
dalam keadaan taat, maka Allah swt, mengingatkannya dengan menampakkan anugerah
dalam taufiqNya di dalam taat itu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Kedua: Ketika si
hamba maksiat, Allah swt mengingatkannya melalui tutup dan taubat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ketiga: Ketika dalam keadaan meraih nikmat, Allah swt
mengingatkannya melalui syukur kepadaNya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Keempat: Ketika
dalam cobaan, Allah mengingatkannya melalui sabar.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Karena itu dalam
Dzikrullah ada lima anugerah :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">1. Adanya Ridlo
Allah swt.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">2. Adanya
kelembutan qalbu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">3. Bertambahnya
kebaikan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">4. Terjaga datri
godaan syetan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">5. Terhalang
dari tindak maksiat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Siapa pun yang
berdzikir, Allah pasti mengingat mereka. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Tak ada kema'rifatan bagi kaum a'rifin, melainkan
karena pengenalan Allah swt kepada mereka.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Dan tak seorang
pun dari kalangan Muwahhidun (hamba yang manunggal) melainkan karena ilmunya
Allah kepada mereka.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Tak seorang pun
orang yang taat kepadaNya, kecuali karena taufiqNya kepada mereka.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Tak ada rasa
cinta sang pecinta kepadaNya, kecuali karena anugerah khusus CintaNya kepada
mereka.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Tak seorang pun
yang kontra kepada Allah swt, kecuali karena kehinaan yang ditimpakan Allah
swt, kepada mereka.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Setiap nikmat
dariNya adalah pemberian. Dan setiap cobaan dariNya adalah ketentuan. Sedangkan
setiap rahasia tersembunyi yang mendahului, akan muncul secara nyata di
kemudian hari.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Perlu diketahui
bahwa kalimat tauhid merupakan sesuatu antara penafiaan dan penetapan. Awalnya
adalah "Laa Ilaaha", yang merupakan penafian, pembebasan,
pengingkaran, penentangan, dan akhinya adalah "Illallah", sebagai
kebangkitan, pengukuhan, iman, tahid, ma'rifat, Islam, syahadat dan
cahaya-cahaya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">"Laa"
adalah menafikan semua sifat Uluhiyah dari segala hal yang tak berhak
menyandangnya dan tidak wajib padanya. Sedangkan "Illallah" merupakan
pengukuhan Sifat Uluhiyah bagi yang berhak dan wajib secara hakikat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Secara maknawi
terpadu dalam firman Allah swt :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">"Siapa yang
kufur pada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka benar-bvenar telah memegang
teguh tali yang kuat."</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">"Laa Ilaaha
Illallah", untuk umum berarti demi penyucian terhapad pemahaman
mereka,.dari kejumbuhan khayalan imajiner mereka, untuk suatu penetapan atas
Kemaha-Esaan, sekalgus menafikan dualitsme.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Sedangkan bagi
kalangan khusus sebagai penguat agama mereka, menambah cahaya harapan melalui
penetapan Dzat dan Sifat, menyucikan dari perubahan sifat-sifat baru dan
membuang ancaman bahayanya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Untuk kalangan
lebih khusus, justru sebagai sikap tanzih (penyucian) terhadap perasaan mampu
berdzikir, mampu memandang anugerah serta fadhal dan mampu berssyukur, atas
upaya syukurnya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">---(ooo)---</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ibnu Athaillah
As Sakandary</span></div>Masjid Nurul Ikhwanhttp://www.blogger.com/profile/06810879062964218925noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-5231203373731660894.post-73388672492853768132012-01-08T08:05:00.000-08:002012-01-08T08:32:37.665-08:00Adab<span style="text-align: justify;"> Allah swt. berfirman:</span><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">“Penglihatannya
(Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula)
melampauinya.”(Q.s. An-Najm:17).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Dikatakan bahwa
ayat ini berarti, “Nabi melaksanakan adab di hadirat Allah.” Allah swt.
berfirman :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">“Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu.” (Q.s. At Tahrim: 6).</span></div>
<a name='more'></a><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Mengomentari
ayat ini, Ibnu Abbas mengatakan, “Didiklah dan ajarilah mereka adab.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Diriwayatkan
oleh Aisyah r.a. bahwa Nabi saw telah bersabda, “Hak seorang anak atas bapaknya
adalah si bapak hendaknya memberinya nama yang baik, memberinya susu yang murni
dan banyak, serta mendidiknya dalam adab dan akhlak.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Sa’id bin
al-Musayyab berkata, “Barangsiapa yang tidak mengetahui hak-hak Allah swt. atas
dirinya dan tidak pula mengetahui dengan baik perintah-perintah dan
larangan-larangan-Nya, berarti tersingkir dari adab.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Nabi saw
bersabda:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">“Sesungguhnya
Allah telah mendidikku dalam adab dan menjadikan sangat baik pendidikanku itu.”
(H.r. Baihaqi). </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Esensi adab
adalah gabungan dari semua akhlak yang baik. Jadi orang yang beradab adalah
orang yang pada dirinya tergabung perilaku kebaikan, dari sini muncul istilah
ma’dubah yang berarti berkumpul untuk makan-makan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Syeikh Abu Ali
ad-Daqqaq berkata, “Seorang hamba akan mencapai surga dengan mematuhi Allah
swt. Dan akan mencapai Allah swt. dengan adab menaati-Nya.” Beliau juga
mengatakan, “Aku melihat seseorang yang mau menggerakkan tangannya untuk
menggaruk hidungnya dalam shalat, namun tangannya terhenti.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Jelas bahwa yang
beliau maksudkan adalah diri beliau sendiri. Syeikh Abu Ali ad-Daqqaq tak
pernah bersandar pada apa pun jika sedang duduk. Pada suatu hari beliau sedang
berada dalam suatu kumpulan, dan saya ingin menempatkan sebuah bantal di
belakang beliau, sebab saya melihat beliau tidak punya sandaran. Setelah saya
meletakkan bantal itu di belakangnya, beliau lalu bergerak sedikit untuk
menjauhi bantal itu. Saya mengira beliau tidak menyukai bantal itu karena tidak
dibungkus sarung bantal. Tetapi beliau lalu menjelaskan, “Aku tidak
menginginkan sandaran.” Setelah itu saya merenung, ternyata beliau memang tidak
pernah mau bersandar pada apa pun.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Al Jalajily
al-Bashry berkomentar, “Tauhid menuntut keimanan. Jadi orang yang tak punya
iman tidak bertauhid. Iman menuntut syariat. Jadi orang yang tidak mematuhi
syariat berarti tak punya iman dan tauhid. Mematuhi syariat menuntut adab. Jadi
orang yang tak mempunyai adab tidak mematuhi syariat, tidak memiliki iman dan
tauhid.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ibnu Atha’ berkata,
“Adab berarti terpaku dengan hal-hal yang terpuji.” Seseorang bertanya, “Apa
artinya itu?” Dia menjawab, “Maksudku engkau harus mempraktikkan adab kepada
Allah swt. baik secara lahir dan batin. Jika engkau berperilaku demikian,
engkau memiliki adab, sekalipun bicaramu tidak seperti bicaranya orang Arab.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Kemudian dia
membacakan Syair:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Bila berkata, ia
ungkapkan dengan manisnya </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Jika diam, duhai
cantiknya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Abdullah al
Jurairy menuturkan, “Selama dua puluh tahun dalam khalwatku, belum pernah aku melonjorkan
kaki satu kali pun ketika duduk. Melaksanakan adab pada Allah swt. adalah lebih
utama.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Syeikh Abu Ali
ad-Daqqaq mengatakan, “Orang yang bersekutu dengan raja-raja tanpa adab,
ketololannya akan menjerumuskan pada kematian.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Diriwayatkan
ketika Ibnu Sirin ditanya, “Adab mana yang lebih mendekatkan kepada Allah
swt.?” Dia menjawab, “Ma’rifat mengenai Ketuhanan-Nya, beramal karena patuh
kepada-Nya, dan bersyukur .kepada-Nya atas kesejahteraan dari-Nya, serta
bersabar dalam menjalani penderitaan.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Yahya bin Mu’adz
berkata, “Jika seorang `arif meninggalkan adab di hadapan Yang Dima’rifati,
niscaya dia akan binasa bersama mereka yang binasa.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Syeikh Abu Ali
ad-Daqqaq mengatakan, “Meninggalkan adab mengakibatkan pengusiran. Orang yang
berperilaku buruk di pelataran akan dikirim kembali ke pintu gerbang. Orang
yang berperilaku buruk di pintu gerbang akan dikirim untuk menjaga binatang.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ditanyakan
kepada Hasan al-Bashry, “Begitu banyak yang telah dikatakan tentang berbagai
ilmu sehubungan dengan adab. Yang mana di antaranya yang paling bermanfaat di
dunia dan paling efektif untuk akhirat?” Dia menjawab, “Memahami agama, zuhud
di dunia, dan mengetahui apa kewajiban-kewajiban terhadap Allah swt.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Yahya bin Mu’ad
berkata, “Orang yang mengetahui dengan baik adab terhadap Allah swt. akan
menjadi salah seorang yang dicintai Allah swt.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Sahl bin
Abdullah mengatakan, “Para Sufi adalah mereka yang meminta pertolongan Allah
swt. dalam melaksanakan perintah-perintah-Nya dan yang senantiasa memelihara
adab terhadap-Nya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ibnul Mubarak
berkata, “Kita lebih membutuhkan sedikit adab daripada banyak pengetahuan.” Dia
juga mengatakan, “Kita mencari ilmu tentang adab setelah orang-orang yang
beradab meninggalkan kita.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Dikatakan, “Tiga
perkara yang tidak akan membuat orang merasa asing: 1) menghindari orang yang
berakhlak buruk, 2) memperlihatkan adab, dan 3) mencegah tindakan yang
menyakitkan.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Syeikh Abu
Abdullah al-Maghriby membacakan syair berikut ini tentang adab:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Orang asing tak
terasing bila dihiasi tiga pekerti menjalankan adab, diantaranya, dan kedua
berbudi baik, dan ketiga menjauhi orang-orang yang berakhlak buruk.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ketika Abu Hafs
tiba di Baghdad, al Junayd berkata kepadanya, “Engkau telah mengajar
murid-muridmu untuk berperilaku seperti raja-raja!” Abu Hafs menjawab,
“Memperlihatkan adab yang baik dalam lahiriahnya, merupakan ragam dari adab
yang baik dalam batinnya.”’</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Abdullah ibnul
Mubarak berkata, “Melaksanakan adab bagi seorang `arif adalah seperti halnya
tobatnya pemula.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Manshur bin
Khalaf al-Maghriby menuturkan, “Seseorang mengatakan kepada seorang Sufi,
Alangkah jeleknya adabmu!” Sang Sufi menjawab, Aku tidak mempunyai adab buruk.
Orang itu bertanya, `Siapa yang mengajarmu adab?’ Si Sufi menjawab, `Para
Sufi’.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Abu an-Nashr
as-Sarraj mengatakan, “Manusia terbagi tiga kategori dalam hal adab: 1) Manusia
duniawi, yang cenderung memprioritaskan adabnya dalam hal kefasihan bahasa Arab
dan sastra, menghapalkan ilmu-ilmu pengetahuan, nama-nama kerajaan, serta
syair-syair Arab; 2) Manusia religius yang memprioritaskan dalam olah jiwa,
mendidik fisik, menjaga batas-batas yang ditetapkan Allah, dan meninggalkan
hawa nafsu; 3) Kaum terpilih (ahlul khushushiyah) yang berkepedulian pada
pembersihan hati, menjaga rahasia, setia kepada janji, berpegang pada kekinian,
menghentikan perhatian kepada bisikan-bisikan sesat, dan menjalankan adab pada
saat-saat memohon, dan dalam tahapan-tahapan kehadiran dan taqarrub
dengan-Nya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Diriwayatkan
bahwa Sahl bin Abdullah mengatakan, “Orangyang menundukkan jiwanya dengan adab
berarti telah menyembah Allah dengan tulus.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Dikatakan,
“Kesempurnaan adab tidak bisa dicapai kecuali oleh para Nabi - semoga Allah
melimpahkan salam kepada mereka - dan penegak kebenaran (shiddiqin).”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Abdullah ibnul
Mubarak menegaskan, “Orang berbeda pendapat mengenai apa yang disebut adab.
Menurut kami, adab adalah mengenal diri.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Dulaf asy-Syibly
berkata, “Ketidakmampuan menahan diri dalam berbicara dengan Allah swt. berarti
meninggalkan adab.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Dzun Nuun
al-Mishry berkomentar, “Adab seorang `arif melampaui adab siapa pun. Sebab
Allah Yang dima’rifati yang mendidik hatinya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Salah seorang
Sufi mengatakan, “Allah swt. berfirman,’Barangsiapa yang Aku niscayakan tegak
bersama Asma dan Sifat-Ku, maka Aku niscayakan adab padanya. Dan siapa yang
Kubuka padanya, jauh dari hakikat Dzat-Ku, maka Aku niscayakan kebinasaan
padanya. Pilihlah, mana yang engkau sukai: adab atau kebinasaan’.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Suatu hari Ibnu
Atha’ yang menjulurkan kakinya ketika sedang berada bersama murid-muridnya,
berkata, “Meninggalkan adab di tengah-tengah kaum yang memiliki adab adalah
tindakan yang beradab.” Statemen ini didukung oleh hadis yang menceritakan Nabi
saw sedang berada bersama Abu Bakr dan Umar. Tiba-tiba Utsman datang menjenguk
beliau. Nabi menutupi paha beliau dan bersabda, “Tidakkah aku malu di hadapan
orang yang malaikat pun malu di hadapannya?” Dengan ucapannya itu Nabi
menunjukkan bahwa betapapun beliau menghargai keadaan Utsman, namun keakrabart
antara beliau dengan Abu Bakr dan Umar lebih beliau hargai. Mendekati makna
konteks ini mereka bersyair berikut:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Dalam diriku
penuh santun nan ramah. Maka, bila berhadapan dengan mereka yang memiliki
kesetiaan dan kehormatan, kubiarkan jiwaku mengalir wujudnya yang spontan. Aku
berbicara apa adanya tanpa malu-malu.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Al Junayd
menyatakan, “Manakala cinta sang pecinta telah benar, ketentuan-ketentuan
mengenai adab telah gugur.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Abu Utsman
al-Hiry mengatakan, “Manakala cinta telah menghujam sang pecinta, adab akan
menjadi keniscayaannya.” Ahmad an-Nury menegaskan, “Barangsiapa tidak
menjalankan adab di saat kini, maka sang waktunya akan dendam padanya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Dzun Nuun
al-Mishry berkata, “Jika seorang pemula dalam Jalan Sufi berpaling dari adab,
maka dia akan dikembalikan ke tempat asalnya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Mengenai ayat:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">“Dan (ingatlah
kisah) Ayub ketika ia menyeru kepada Tuhannya, ‘(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku
telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara
semua yang penyayang” (Q.s. Al-Anbiya’: 83).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Syeikh Abu Ali
ad-Daqqaq memberikan penjelasan, “Ayub tidak mengatakan, `Kasihanilah aku!’
(irhamny), semata karena beradab dalam berbicara kepada Tuhan.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Begitu juga Isa
as. mengatakan:</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">“Jika Engkau
menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Mu.” (Q.s.
Al-Maidah:118).</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">“Seandainya aku
pernah mengatakannya maka tentulah Engkau telah mengetahuinya.” (Q.s.
Al-Maidah:116). Komentar Syeikh ad-Daqqaq, “Nabi Isa mengucapkan, `Aku tidak
menyatakan’ (lam aqul), semata karena menjaga adab di hadapan Tuhannya.”</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Al Junayd
menuturkan, “Pada hari Jum’at di antara orang-orang salihin datang kepadaku,
dan meminta, `Kirimlah salah seorang fakir kepadaku untuk memberikan
kebahagiaan kepadaku dengan makan bersamaku.’ Aku pun lalu melihat ke
sekitarku, dan kulihat seorang fakir yang kelihatan lapar. Ku panggil dia dan
kukatakan kepadanya, `Pergilah bersama syeikh ini dan berilah kebahagiaan
kepadanya.’ Tak lama kemudian orang itu kembali kepadaku dan berkata, `Wahai
Abul Qasim, si fakir itu hanya makan sesuap saja dan pergi meninggalkan aku!’
Aku menjawab, `Barangkali Anda mengatakan sesuatu yang tak berkenan pada
benaknya.’ Dia menjawab, Aku tidak mengatakan apa-apa.’</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Aku pun menoleh,
tiba-tiba si fakir duduk di dekat kami dan aku bertanya kepadanya, `Mengapa
engkau tidak memenuhi kegembiraannya?’ Dia menjawab, `Wahai syeikh, saya
meninggalkan Kufah dan pergi ke Baghdad tanpa makan sesuatu pun. Saya tidak
ingin kelihatan tak sopan di hadapan Anda karena kemiskinan saya, tetapi ketika
Anda memanggil saya, saya gembira karena Anda mengetahui kebutuhan saya sebelum
saya mengatakan apa-apa. Saya pun pergi bersamanya, sambil mendoakan
kebahagiaan surga baginya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="EN-US">Ketika saya
duduk di. meja makannya, dia menyuguhkan makanan dan berkata, `Makanlah ini,
karena aku menyukainya lebih dari uang sepuluh ribu dirham.’ Ketika saya
mendengar ucapannya itu, tahulah saya bahwa citarasanya rendah sekali.
Karenanya, saya tak suka makan makanannya.’ Aku menjawab, `Tidakkah aku telah
mengatakan kepadamu bahwa engkau bertindak tak beradab dengan tidak
membiarkannya bahagia?’ Dia berkata, `Wahai Abul Qasim, saya bertobat!’ Maka
aku pun lalu menyuruhnya kembali kepada orang saleh itu dan menggembirakan
hatinya.”</span></div>Masjid Nurul Ikhwanhttp://www.blogger.com/profile/06810879062964218925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5231203373731660894.post-43538095817731904092012-01-08T00:42:00.001-08:002012-01-08T08:27:59.299-08:0010 Keajaiban Sedekah<b>10 Keajaiban Sedekah</b> Dalam beberapa hadits, Rasulullah SAW banyak menjelaskan tentang keajaiban sedekah.<br />Beberapa keajaiban sedekah tersebut diantaranya adalah:<br /><br />1. <b>Sedekah bisa melepaskan pelakunya dari bencana</b>. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya sedekah dapat menolak 70 pintu bencana."<a name='more'></a>2. <b>Sedekah merupakan obat penyakit pada tubuh</b>. Rasulullah SAW bersabda, "Obatilah penyakitmu dengan bersedekah."<br /><br />3. <b>Sedekah sebagai benteng buat diri kita</b>. Rasulullah SAW bersabda, "Bentengilah harta bendamu dengan sedekah."<br /><br />4. <b>Sedekah sebagai pemadam kemurkaan Allah SWT</b>. Rasulullah SAW bersabda, "Sedekah dapat menutup kemurkaan Allah."<br /><br />5. <b>Sedekah bisa menambah keakraban sesama muslim</b>. Rasulullah SAW bersabda, "Sedekah adalah hadiah. Maka, berikanlah hadiah kepada teman pergaulanmu dan berkasih sayanglah kalian dengan saling memberi sedekah."<br /><br />6. <b>Sedekah dapat menambah umur</b>. "Rasulullah SAW bersabda, "Sedekah dapat menolak musibah serta dapat menambah keberkahan umur."<br /><br />7. <b>Sedekah mampu menanamkan rasa belas kasihan dalam hati</b>. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa mendapatkan kesedihan hati, maka berikanlah sedekah."<br /><br />8. <b>Sedekah sebagai syafaat kelak di akhirat</b>. Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya yang akan menaungi orang mukmin pada hari kiamat kelak adalah sedekah."<br /><br />9. <b>Sedekah menuai pahala yang termat besar</b>. Dalam sebuah atsar disebutkan, "Barang siapa bersedekah dengan sebiji tamar, kelak di hari kiamat dia akan mendapat pahala sebesar gunung yang berada di atas timbangan amalnya."<br /><br />10. <b>Sedekah sebagai wasilah menambah rezeki</b>. Rasululah SAW bersabda, "Tidak akan berkurang harta yang disedekahkan, bahkan akan bertambah, akan bertambah, dan akan bertambah."<br /><br />Itulah beberapa hadits mengenai khasiat sedekah. Maka Pancinglah rezeki dengan bersedekah.Masjid Nurul Ikhwanhttp://www.blogger.com/profile/06810879062964218925noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5231203373731660894.post-45676097274460982922012-01-08T00:41:00.000-08:002012-01-08T08:31:02.426-08:00Kaya Karena Sedekah<div style="text-align: justify;">
Semua berawal dari perkataan teman tentang sedekah. Dia bercerita tentang Ustad Yusuf Mansur yang menganjurkan sedekah untuk mendapatkan tujuan kita. Dalam kondisinya, dia ingin segera menikahi tambatan hatinya namun kekurangan biaya. Ia pun mulai bersedekah berdasarkan jumlah nominal uang yang ia perlukan untuk membuat resepsi pernikahan nanti.<a name='more'></a></div>
<div style="text-align: justify;">
Karena penasaran dengan Ustad Yusuf Mansur yang telah membuat teman saya sangat terinspirasi itu, saya pun segera mencari informasi tentang Ustad Yusuf Mansur. Ternyata saya menemukan film ‘Kun FayaKuun‘ yang dibuat oleh Ustad Yusuf Mansur. Film ini bercerita tentang kehidupan seorang tukang kaca yang jauh dari mencukupi, namun tukang kaca itu tidak berputus asa dari rahmat Allah dan ia tetap bersedekah meskipun kekurangan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Film ini sangat menginspirasi saya sehingga malam itu juga saya memutuskan besok pagi saya akan naik bis ke kantor agar bisa membeli banyak barang yang ditawarkan ke saya di dalam bis dengan maksud sedekah. Alhamdulillah, baru saja berniat seperti itu, besok paginya saya diajak meeting mendadak oleh seseorangdan dari pembicaraan kami telah lahir sebuah peluang yang nilainya ratusan kali lipat dari jumlah yang saya niatkan untuk sedekah. Subhanallah, baru niat saja sudah seperti itu! Saya pikir ini kebetulan, tapi waktu mendengarkan <a href="http://www.youtube.com/watch?v=5Wr8Bi1aw4M">testimoni ibu</a> ini di YouTube, saya yakin ini bukan sekedar kebetulan.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Saya semakin penasaran dan membeli buku dengan judul ‘<a href="http://www.kutukutubuku.com/open/12253/the_miracle_of_giving_keajaiban_sedekah_">The Miracle of Giving, Keajaiban Sedekah</a>‘ yang ditulis oleh Ustad Yusuf Mansur sendiri. Di dalam buku itu, disebutkan dalam Al-Qur’an Surat 6:160, Allah menjanjikan balasan 10x lipat bagi mereka yang mau berbuat baik. Bahkan di dalam Al-Qur’an Surat: 2: 261, Allah menjanjikan balasan sampai 700 x lipat. Selama ini terus terang saya nggak menyadarinya. Insya Allah sedekah terus saya lakukan, tapi saya nggak pernah ‘menghitung’ dan mengharapkan apa yang akan saya dapatkan nanti dari Allah. Saya tidak menghubung-hubungkan rejeki yang saya terima dengan sedekah yang saya lakukan, padahal itu berkaitan erat!</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Di dalam buku ini, Ustad Yusuf Mansur berkata, apa yang sudah kita ketahui ini akan menjadi ilmu buat kita. Sehingga jika kesusahan dalam hal finansial, nggak susah-susah minta tolong orang lain, tapi langsung minta tolong kepada Allah. Karena sadar dengan hal ini pun, saya jadi berusaha untuk sedekah dengan lebih baik dan terencana.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Beberapa tips menjadi kaya dari masukan Ustad Yusuf Mansur: </div>
<div style="text-align: justify;">
Shalat Dhuha 4 rakaat (dilaksanakan dalam 2 rakaat – 2 rakaat) dapat membuka pintu rizqi </div>
<div style="text-align: justify;">
Meminta pada Allah saat Shalat Tahajjud </div>
<div style="text-align: justify;">
Memelihara dan memberi makan anak yatim </div>
<div style="text-align: justify;">
Sedekah 10% dari penghasilan, karena 2,5% saja tidak cukup </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sedekah 10% dari jumlah yang diinginkan. Dengan konsep ini, jika kita ingin membeli rumah seharga Rp 100 juta, maka kita harus bersedekah sekitar Rp 10 juta terlebih dahulu. Karena beginilah matematika sedekah menurut Ustad Yusuf Mansur </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
10 – 1 = 19 </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Dalam matematika biasa memang 10 – 1 adalah 9. Namun karena Allah menjanjikan balasan 10x lipat, maka minimal kita akan mendapatkan 19. Jika perhitungan dilanjutkan maka akan seperti ini: </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
10 – 2= 28 </div>
<div style="text-align: justify;">
10 – 3= 37 </div>
<div style="text-align: justify;">
10 – 4= 46 </div>
<div style="text-align: justify;">
10 – 5= 55 </div>
<div style="text-align: justify;">
10 – 6= 64 </div>
<div style="text-align: justify;">
10 – 7= 73 </div>
<div style="text-align: justify;">
10 – 8= 82 </div>
<div style="text-align: justify;">
10 – 9= 91 </div>
<div style="text-align: justify;">
10 – 10= 100 </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Jadi sekarang agak ‘masuk akal’ kan jika ingin beli rumah Rp 100 juta maka harus bersedekah Rp 10 juta dulu <img src="http://www.salsabeela.com/wp-includes/images/smilies/icon_surprised.gif" /> </div>
<div style="text-align: justify;">
Tambahan dari saya mungkin bisa dicoba. Saya selama ini bersedekah untuk sesuatu yang sifatnya dapat berlipat ganda. Misalnya, sedekah untuk pendidikan anak, sedekah untuk alat ibadah, dll, yang kemungkinan pahalanya dapat saya bawa hingga mati (karena terus mengalir). </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Last but not least, kadang-kadang untuk bisa percaya, kita perlu membuktikan. Mungkin dari pengalaman sendiri sudah banyak, tapi karena nggak perhatian akhirnya kita lupa. Silahkan baca pengalaman-pengalaman orang lain yang bersedekah dan merasakan manfaatnya di situs <a href="http://www.wisatahati.com/">Wisata Hati</a> milik Ustad Yusuf Mansur. Selamat bersedekah!</div>Masjid Nurul Ikhwanhttp://www.blogger.com/profile/06810879062964218925noreply@blogger.com0